Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnews.id – Saat bulan Februari, biasanya curhat galau bermunculan di sana-sini. Begitu juga di tempat saya. Beberapa teman ngobrol soal bagaimana berpasangan. Ada yang berhasil, ada yang kurang.
Nasihat klasik saya selalu; jodoh itu sudah dipastikan; tinggal nunggu waktu, tempat, momentum, kondisi, dan lain-lain, yang tepat. Kalau sudah berpasangan, nikmatilah. Kalau belum berpasangan, nikmati juga. Sama-sama disyukuri.
Ada orang beranggapan menjadi lajang itu menyebalkan dan membuat tidak bahagia. Tapi, ada juga yang melajang dan mengaku bahagia dengan kehidupannya. Nah, kelompok kedua ini adalah voluntary single.
Yang sering konsul adalah single involuntary (lajang terpaksa). Mereka ini sadar bahwa takdirnya berpasangan, punya keinginan untuk segera mendapatkan pasangan, namun sampai sekarang masih belum punya pasangan.
Pertanyaannya, apa yang bisa memprediksi seseorang akan kesulitan menemukan pasangan yang cocok? Nah, Apostolou dan Michaelidou mengeksplorasi 17 potensi prediktor yang membuat seseorang kesulitan dalam menarik calon pasangan.
Eksplorasi dilakukan dalam bentuk survei 10 bagian terhadap sampel 1.432 orang berbahasa Yunani di Republik Siprus. Sampelnya 734 perempuan (rata-rata usia 35 tahun) dan 698 laki-laki (rata-rata usia 39 tahun). Ada 27% peserta sedang menjalin hubungan, 21% masih lajang, 21% sudah menikah, 16% masih lajang tetapi masih dalam tahap berhubungan, 9% lajang secara sukarela, dan 6% dikategorikan sebagai ‘lain-lain.’ Peserta yang tidak menjalin hubungan telah melajang selama rata-rata empat tahun. Lebih dari 16 persen sampel memiliki anak dari hubungan sebelumnya.
Survei menguji hubungan antara involuntary single (lajang terpaksa) dan 17 faktor prediktor potensial yang terdiri dari keramahan, indeks massa tubuh (BMI), kemampuan untuk merasakan sinyal ketertarikan romantis, pilihan, kesadaran, ekstraversi, kapasitas menggoda, upaya kawin, neurotisisme, keterbukaan, harga diri, nilai pasangan yang dirasakan sendiri, fungsi seksual, rasa malu, daya tarik yang dirasakan sendiri, orientasi seksual, dan memiliki anak dari hubungan sebelumnya.
Hasilnya berikut ini;
Bagi perempuan, faktor-faktor yang secara langsung berhubungan dengan kemungkinan lebih besar menjadi lajang adalah:
– Kurang kapasitas untuk memikat
– Fungsi seksual yang kurang baik
– Terlalu memilih
– Susah menyesuaikan dengan calon pasangan
Beberapa faktor lain mempunyai pengaruh tidak langsung dalam kapasitas memikat calon pasangan. Ini termasuk rasa malu, kurang ramah, sulit memahami tanda-tanda ketertarikan romantis, dan fungsi seksual yang buruk.
Bagi laki-laki, faktor-faktor yang secara langsung berhubungan dengan kemungkinan lebih besar menjadi lajang adalah:
– Kurang kapasitas untuk memikat
– Neurotisisme terlalu tinggi
– Menganggap diri sendiri bernilai rendah di mata calon pasangan
– Rendah diri
– Gagal atau kurang punya anak dari hubungan sebelumnya
Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh tidak langsung; rendahnya kesadaran, BMI tinggi (masalah berat badan), fungsi seksual buruk, dan kurang punya persepsi diri yang menarik.
Untuk lelaki dan perempuan, faktor-faktor rendahnya nilai persepsi diri terhadap calon pasangan, upaya kawin, dan kapasitas untuk memikat, ternyata berkorelasi dengan lamanya menjadi lajang.
Okay, itu beberapa faktor yang mungkin berpotensi membuat seseorang ditolak oleh calon pasangan. Tapi, para penulis penelitian ini mengakui mereka masih dalam tahap awal. Masih perlu pendalaman lebih lanjut untuk memastikannya.
Tentu masih banyak faktor non-ilmiah yang bisa menentukan perjodohan. Jangan lupakan faktor terkuat yakni tangan Tuhan.