mepnews.id – Ahad 20 Oktober 2024 pukul 19.30, di Aula IKIP PGRI Bojonegoro, Rocky Gerung membuka akal sehat sejumlah ormas dan organisasi kemahasiswaan tentang kondisi Indonesia kekinian.
Ia menyebut, setiap pergantian kepemimpinan di Indonesia selama ini, meski seringkali meninggalkan persoalan, tetapi selalu dianggap selesai dengan kesepakatan. Tapi khusus yang kali ini, ia menyebut secara legal selesai tapi secara etis belum. Salah satunya, kasus fufu fafa yang diplesetkan dengan kepanjangan ‘fura fura faham’.
Bertolak dari Jakarta, ia melokalkan topik ke Bojonegoro. “Apa yang terjadi di Jakarta dengan kuku kekuasaan yang mencengkeram, jangan boleh terjadi di Bojonegoro. Warga dan masyarakat Bojonegoro harus cerdas, harus mengawal. Jangan sampai eksploitasi kekuasaan pusat berujung kekeliruan dan ketidakwajaran di Bojonegoro,” ujarnya.
Karena itu, ia menyarankan, panggung-panggung akal sehat harus dibuka. Diskusi akademis untuk pendidikan masyarakat menjadi kewajiban atau keniscayaan perguruan tinggi.
Menanggapi pertanyaan mahasiswa perihal calon-calon kepala daerah Bojonegoro yang ditengarai mengandung kuku-kuku kekuasaan dari pusat, Rocky meminta mahasiswa untuk menganalisisnya secara akademis.
Bagaimanapun, calon pemimpin tidak cukup diuji elaktabilitasnya atau kemampuan transaksional saja, melainkan juga harus diuji moralnya (etikabilitas) dan intlektualitasnya. Jika dari kedua calon tidak ditemukan hal-hal itu, berarti partai tidak mampu melahirkan calon pemimpin. Jangan pilih mereka.
Menanggapi persoalan mendasar pendidikan dengan kurikulum yang belakangan melahirkan degradasi moral, Rocky mengingatkan agar guru tidak terpaku dengan kurikulum negara belaka. Guru harus melihat kondisi lapangan hingga mampu mengembangkan nalar kritis anak didik.
Sebelum menutup diskusi, Diky Akhmar selaku moderator meminta seluruh hadirin untuk membuka diri dengan positive thinking dan positive feelings guna melakukan perubahan mendasar. Manusia sebagai kholifah tentu memiliki potensi yang dikembangkan. Potensi itu ada pada diri setiap manusia, hingga mampu keluar dari keluh kesah. Karenanya, eksistensi Bojonegoro bukan semata dari pemimpin, melainkan dari kekuatan rakyat atas positive thinking dan positive feelings itu, kemudian alam menjawab dengan energinya.