Ilusi Itu Lebih di Mata daripada di Otak

Oleh: Esti D. Purwitasari

mepnews.id – Lihat gambar di atas. Mana yang garisnya lebih panjang? Jika Anda memilih salah satu, maka Anda keliru. Yang atas memang tampak lebih panjang daripada yang bawah. Tapi, sejatinya keduanya sama panjang. Kalau tak percaya, ukur saja.

Gambar semacam itu, dan banyak lagi yang sejenis, adalah ilusi optik. Penglihatan manusia dipersepsikan otak dengan cara yang tidak sesuai dengan kenyataan. Gambar atau pola yang dilihat mata dapat menipu otak sehingga menyebabkan persepsi keliru tentang ukuran, bentuk, jarak, atau pergerakan objek.

Gambar di atas dinamakan ilusi Muller-Lyer sebagaimana nama penggagasnya. Itu jenis ilusi optik ukuran. Objek tertentu terlihat lebih besar/panjang atau lebih kecil/pendek dari ukuran sebenarnya. Arah garis panah di ujung membuat satu garis terlihat lebih panjang atau lebih pendek daripada garis satunya.

Ilusi Hering. Perhatikan garis merahnya.

Ada juga ilusi bentuk. Ilusi ini mengubah persepsi bentuk objek. Misalnya, ilusi Hering, di mana garis-garis paralel terlihat melengkung, padahal sebenarnya mereka lurus.

Ilusi gerak menciptakan persepsi seolah-olah ada gerakan pada objek yang sebenarnya diam. Dua gambar statis yang ditampilkan secara bergantian bisa memberikan kesan ada gerakan. Ini kadang membuat kepala jadi pening.

Ilusi Ponzo. Perhatikan garis kuningnya.

Ilusi jarak mempengaruhi persepsi tentang jarak antara objek. Contohnya ilusi Ponzo. Dua garis horizontal paralel ini terlihat berbeda panjangnya karena adanya garis perspektif.

Ilusi adalah bidang menarik dalam psikologi dan ilmu penglihatan. Ini mengungkap kompleksitas cara kerja otak dan mata tentang bagaimana informasi visual dapat dipersepsikan secara keliru.

Terus, bagaimana bisa begitu?

Banyak filsuf dan ilmuwan telah lama memperdebatkan apakah ilusi disebabkan oleh pemrosesan saraf di mata dan pusat visual tingkat rendah di otak, atau melibatkan proses mental tingkat tinggi seperti konteks dan pengetahuan sebelumnya. Perdebatan masih berlangsung sampai sekarang.

Ilusi optik terjadi karena cara kerja sistem penglihatan. Mata kita mengumpulkan informasi visual dari lingkungan dan mengirimkannya ke otak untuk diproses. Namun, terkadang informasi tersebut dapat dipengaruhi faktor-faktor seperti konteks, pencahayaan, kontras, dan persepsi yang telah terbentuk sebelumnya.

Penelitian mutakhir mengungkapkan, lebih banyak ilusi visual disebabkan oleh keterbatasan cara kerja mata dan neuron visual daripada disebabkan oleh proses psikologis yang lebih kompleks. Penelitian ini dipimpin Dr Jolyon Troscianko di Inggris dan dimuat dalam jurnal PLOS Computational Biology, edisi Juni 2023.

Para peneliti dari University of Exeter dan University of Sussex memeriksa ilusi di mana lingkungan suatu objek memengaruhi cara kita melihat warna atau polanya. Mereka lalu mengembangkan model yang mengisyaratkan adanya batas sederhana untuk respon saraf — bukan proses psikologis lebih dalam — untuk menjelaskan ilusi ini.

“Mata kita mengirim pesan ke otak dengan membuat neuron bekerja lebih cepat atau lebih lambat,” kata Dr Troscianko, dari Pusat Ekologi dan Konservasi di Kampus Penryn Exeter di Cornwall. “Namun, ada batasan seberapa cepat mereka dapat menembak. Penelitian kami menemukan itu. Penelitian-penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan bagaimana batas tersebut dapat memengaruhi cara kita melihat warna.”

Model tersebut menggabungkan ‘bandwidth terbatas’ dengan informasi tentang bagaimana manusia memandang pola pada skala yang berbeda, bersama dengan asumsi bahwa penglihatan kita bekerja paling baik saat kita melihat pemandangan alam. Model ini awalnya dikembangkan peneliti untuk memprediksi bagaimana hewan melihat warna, tetapi ternyata juga dapat memprediksi dengan tepat banyak ilusi visual yang dilihat manusia.

Dr Troscianko mengatakan, temuan itu juga menjelaskan popularitas televisi definisi tinggi (HDTV). “Televisi dengan rentang dinamis tinggi modern ini menciptakan wilayah putih terang yang 10.000 kali lebih terang daripada hitam tergelapnya, yang mendekati tingkat kontras pemandangan alam. Bagaimana mata dan otak kita dapat menangani kontras ini masih menjadi teka-teki. Tes menunjukkan, kontras tertinggi yang dapat dilihat manusia pada skala spasial tunggal adalah sekitar 200:1. Yang lebih membingungkan, neuron yang menghubungkan mata ke otak kita hanya dapat menangani kontras sekitar 10:1. Nah, model kami menunjukkan bagaimana neuron dengan bandwidth kontras yang terbatas dapat menggabungkan sinyal mereka untuk memungkinkan kami melihat kontras yang sangat besar ini, tetapi informasinya ‘dikompresi’ – menghasilkan ilusi visual. Model ini menunjukkan bagaimana neuron kita berevolusi dengan tepat untuk menggunakan setiap kapasitas.”

 

Facebook Comments

Comments are closed.