mepnews.id – Ada suasana berbeda di salah satu ruang di Surabaya Grammar School (SGS) di kawasan Grand Pakuwon Surabaya. Tiba-tiba, suasana di ruang itu berubah seperti laboratorium sains. Tampak 22 siswa mengenakan jas putih panjang praktikum laborat. Aroma khas semacam etanol juga tercium, disertai aroma lainnya. Di tembok-tembok terpajang aneka poster.
Ya, pada Jumat 27 Mei siang, berlangsung Science Presentation Day. Acara ini bagian dari upaya SGS memberikan life skill pada siswa SMP kelas 7. Sebagai sekolah berstatus Satuan Pendidikan Kerjasama, SGS berkomitmen memberikan program pendidikan era 4.0 yaitu menerapkan teknologi digital. Maka, para siswa pun penuh semangat memamerkan karya ilmiah mereka.
Josiah Bustan dan Ashlee Wangsa Wijaya mempresentasikan penggunaan hydrogel bekas diapers untuk menumbuhkan biji kacang hijau. “Hasilnya, sama saja dengan media tanam tanah biasa. Biji-biji ini bisa tumbuh sekitar lima hari ditanam. Namun, yang lebih penting adalah proses daur ulang. Popok bayi, yang biasanya jadi limbah, ternyata bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman,” Josiah menjelaskan.
Cepat stress karena kemacetan di jalan atau karena hal lain? Jangan khawatir. Priscila dan Yu Liang Bin mengembangkan tuberose tea alias teh sedap malam untuk meredakan stress. Teh ini mengeluarkan aroma yang bisa menenangkan fikiran. “Kalau bunganya langsung disedu, malah bisa membahayakan. Jadi, bunganya dikeringkan pakai oven untuk mengeluarkan bau aslinya. Ini yang bisa meredakan stress,” kata Yu.
Uchi dan Abygail mempresentasikan pestisida alami yang ramah lingkungan. Bahannya sederhana saja; bawang putih ditumbuk, kulit bawang merah dihancurkan, ditambah garam, lalu semua dicampur di dalam air. Larutan ini bisa disemprotkan ke tempat-tempat yang banyak serangga.
Matthew dan Sebastiane membuat ramuan penyerap polusi berbahan arang bambu. Riset di Jepang dan di sejumlah negara lain menunjukkan, hutan bambu bisa menyerap 12 ton karbon dioksida per hektare per tahun. Nah, dua siswa SGS membuat arang bambu teraktivasi untuk menyerap polusi di dalam ruang.
Sementara itu, Kayla dan Raynaldi membuat sabun aloe vera untuk menjaga kulit. Sudah banyak produk kecantikan kulit yang memanfaatkan lida buaya (aloe vera). Dua siswa SMP SGS ini mempraktikkan sendiri, dan berhasil. Namun, tentu saja, ini masih tahap awal. Belum sampai tahap produksi.
Wienston dan Eugene membuat sabun berbasis minyak jelantah. Seperti praktikum tentang popok bayi, sabun jelantah ini juga menekankan proses daur ulang limbah. Caranya sederhana. Minyak bekas gorengan tidak dibuang begitu saja, tapi dicampur dengan Natrium Hidroksida dan air. Hasilnya adalah sabun. Untuk bisa menjadi semacam sabun wangi, tentu perlu proses lain.
Untuk komunitas vegetarian, Bryan Davis Sunarto dan Heaveny Rosaline membuat ‘daging’ dari tanaman seperti yang dijual di supermarket. Bahan utamanya kidney bean (kacang merah) ditambah olive oil, bawang putih, bawang bombay, paprika, garam, saus tomat, nasi merah. Semua bahan dicacah-cacah dan diproses hingga rasanya seperti daging. Namun, masih perlu eksperimen lebih lanjut untuk menghasilkan serat, tekstur, warna seperti daging hewan.
Betrand Manley dan Qyarra Maliqa membuat pengawet buah. Bahannya sederhana saja. Mereka memanfaatkan perasan lemon. Buah dipotong-potong lalu direndam ke dalam air perasan lemon. Simpan di kulkas. Air lemon bisa memperlambat proses oksidasi sehingga buah tidak segera layu atau berwarna kecokelatan.
Seiring dengan pandemi COVID, Aurelia dan Valerie membuat sanitizer berbahan lemon juice, rubbing alcohol, dan gel aloe vera. Hasilnya sama seperti umumnya hand sanitizer. Rasanya sejuk dan lembut di tangan, dan beraroma segar.
Tak kalah menarik, Marsha dan Kezia membuat bioplastik sebagai alternatif bagi produk kertas dan plastik biasa. Karena sampah plastik saat ini menjadi isu lingkungan, maka perlu dibuat plastik yang bisa didaur ulang. Bahan utamanya agar-agar dan glycerine dilarutkan air di panci. Setelah dicampur, larutan dipanasi dan diaduk. Biarkan dua hari hingga kering. Jadilah bongkahan bahan plastik.
Dalam kegiatan ini, para siswa mengerjakan tugas jangka lumayan panjang secara berpasangan. Untuk mempersiapkan tugas akhir, diperlukan proses berminggu-minggu.
Para siswa memilih topik yang disediakan guru. Lalu, mereka melakukan penelitian lanjutan berupa memilih bahan, mengamati, mencatat prosesnya, mendapatkan hasil akhir, menguji hasil akhir tersebut, dan mempresentasikan di depan orang lain. (Tom)