Oleh: Tatag Setyawan, S.Th., M.Pd.
mepnews.id – Pandemi Covid-19 telah melanda dunia pada perempat pertama abad 21. Selama sekitar dua tahun, anak sekolah di Indonesia belajar di rumah. Dulu, anak-anak tertawa ceria saat pemerintah mengumumkan mereka diminta belajar di rumah. Orang tua juga merasakan bahagia karena akan memiliki waktu banyak bersama anak-anaknya. Namun, keceriaan itu tidak berlangsung lama. Muncul permasalahan akibat sistem pembelajaran jarak jauh. Para siswa mulai bosan di rumah dan jenuh dengan metode belajarnya. Kesehatan mata mereka juga mulai terganggu karena berjam-jam harus menatap layar laptop atau handphone. Orang tua merasa kerepotan mendampingi anak-anak belajar. Para guru juga merasa pekerjaannya malah bertambah banyak.
Hal di atas tentu menjadi tantangan tersendiri apabila dihubungkan dengan gagasan Generasi Emas 2045 bagi bangsa Indonesia.
Gagasan tentang Generasi Emas itu disampaikan pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muh. Nuh pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2012. Latar belakangnya adalah, perjalanan Indonesia tahun 2045 nanti genap berusia 100 tahun dan bangsa ini akan mendapat bonus demografi. Anak-anak yang sekarang berusia 1-39 tahun pada tahun 2045 akan berusia 26-45 tahun. Mereka ini diharapkan menjadi generasi emas Indonesia. Maka, fokusnya sekarang adalah bagaimana menyiapkan pendidikan bagi anak-anak Indonesia agar memiliki kualitas kecerdasan tinggi, sehat, matang secara emosional dan kerohaiannya sebagai Generasi Emas.
Namun, seperti disebut di bagian awal tulisan ini, kondisi dunia pendidikan sekarang tentu bisa mengganggu penyiapan generasi emas 2045.
Lalu, apa solusi untuk mengatasi permasalahan?
Langkah pertama adalah pemetaan permasalahan pendidikan. Pendidikan selama ini menjadikan anak-anak sebagai obyek. Hal ini perlu diubah. Dalam pendidikan, anak-anak harus menjadi subyek sekaligus obyek pendidikan. Sebagai subyek pendidikan, anak-anak berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Mampu menyelesaikan permasalah pembelajaran dan melaksanakan tugas tanggung jawabnya. Sebagai obyek pendidikan, anak-anak menjadi sasaran transformasi nilai–nilai spritual, sikap, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Langkah kedua, menetapkan grand design pendidikan. Pendidikan yang diaplikasikan dalam proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan berbasis autentik untuk reaching high standards (mencapai standart yang tinggi). Pendidikan dalam perspektif masa depan tidak membatasi sumber belajar anak-anak hanya pada buku pelajaran. Anak-anak dapat menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajarnya, sehingga akan memantik kerja kreatif, inovatif, produktif, dan mampu berpikir ordo tinggi, berkarakter, serta memiliki rasa cinta dan bangga menjadi anak Indonesia.
Guna mewujudkan hal itu, anak-anak perlu dihadapkan pada hal-hal baru yang berkonotasi positif untuk perkembangan pikiran dan emosinya. Hal yang baru akan membentuk anak-anak menjadi pribadi unggul dalam kompetensi dan mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Hal yang baru itu adalah pendidikan era digital, yang menyajikan nilai-nilai pendidikan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harus ada upaya meningkatkan derajat kesehatan jiwa dan raga anak-anak Indonesia, sehingga mampu menguasai pengetahuan dan teknologi pada era digital. Penilaian atas prestasi siswa tidak lagi hanya berupa nilai intrakurikuler, tetapi juga catatan keterampilan serta portofolio. Semua hal di atas dapat diperoleh dan diproses menggunakan perangkat digital pembelajaran.
Tentu ada sebagian tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan anak-anak, yang bersikap pesimistis lalu menganggap era digital ini sebagai sesuatu yang memberatkan diri. Mereka merasa tidak nyaman lagi dalam proses pembelajaran. Berbagai alasan yang tampak rasional disampaikan untuk menutupi ketidakmampuan. Mereka mengharapkan sistem pendidikan kembali seperti dulu sebelum ada pandemi COVID-19. Sebaliknya, bagi tenaga pendidik, kependidikan, dan anak-anak yang bersikap optimistis, era digital ini menjadi tantangan yang harus dihadapi. Mereka bersemangat untuk belajar mengenal dan mengoperasikan fitur-fitur atau aplikasi digital. Berbagai upaya mereka lakukan untuk berdamai dengan pendidikan era digital.
Peran tenaga pendidikan dan kependidikan sangat penting untuk mencapai tujuan Generasi Emas 2045. Tenaga pendidik dituntut mengembangkan potensi diri dalam menciptakan pembelajaran yang aktif dan efektif, meningkatkan kemampuan personal sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, serta mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat menjadi teladan serta berakhlak mulia. Pada ranah profesional, tenaga pendidik perlu meningkatkan penguasaan materi pembelajaran, substansi keilmuan, penguasaan struktur dan metodologi pendidikan.
Tenaga kependidikan juga berperan penting dalam menyiapkan Generasi Emas 2045 untuk membantu, melayani, dan mengatur kegiatan di sekolah. Prinsip dasarnya, memberikan kemerdekaan pada sekolah untuk mengelola kegiatan Tri Pusat Pendidikan (Keluarga, masyarakat, dan sekolah). Pelaksananan tugas ini menuntut sumber daya manusia yang profesional karena mengatur perencanaan dan merekomendasikan beberapa kebijakan administrasi pendidikan di sekolah.
Dalam tataran perubahan pendidikan era digital ini, yang menjadi prioritas adalah kesiapan personal tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan anak-anak sebagai pelaku pendidikan. Hal lain seperti manajemen dan sistem pendidikan merupakan alat untuk memperlancar tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Alat yang telah tertata secara kreatif, inovatif, dan inspiratif guna merancang pembelajaran yang bermutu.
Tenaga pendidik dalam hal ini dituntut kreatif dalam mentransformasikan nilai sikap spritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan kepada para siswa melalui perangkat digital. Diperlukan keberanian tenaga pendidik untuk memulai hidup dalam era digital pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Para siswa juga harus memiliki keberanian mencoba hal-hal baru yang berkonotasi positif untuk perkembangan pikiran dan emosional.
Generasi Emas 2045 adalah generasi baru pendidikan yang menguasai ilmu dan teknologi tanpa meninggalkan akhlak mulia sebagai insan beragama. Generasi baru yang tetap tegak berdiri dalam prestasi sekalipun dididik pada era lama pendidikan. Permasalahan era lama harus dipandang sebagai bersifat konstruktif, karena mampu memicu kesadaran komunal untuk belajar dan berkembang secara profesional. Kesadaran menjadi titik tolak perubahan perilaku dan kemampuan bagi tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan anak-anak menuju profesionalitas dunia pendidikan. Semua ditandai dengan adanya meningkatnya kualitas sumber daya manusia, memiliki kecerdasan tinggi, sehat, matang secara emosional dan rohaniah.
Menyiapkan Generasi Emas 2045 merupakan tugas berat. Diperlukan kerjasama lintas sektoral dari pelaku dunia pendidikan dengan pihak lain yang berkompeten. Pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan, menciptakan manajemen pengelolaan profesional, perbaikan kurikulum, dan standar pendidikan yang jelas. Arah kerjasama pemerintah dan pihak lain bertumpu pada bagaimana membangun karakter berpikir positif, kompetitif, dan profesional, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Melalui pendidikan, akan terbentuk mutu manusia yang tidak sekadar cerdas tetapi juga mampu berpikir saintifik dan mengembangkan spritualitas.
Dalam rangka menyambut 100 tahun pendidikan di Indonesia, semua pihak perlu mengingat arti pentingnya menyiapkan Generasi Emas 2045. Generasi yang diharapkan menjadi kekuatan utama untuk menjadi bangsa yang maju dan mampu bersaing secara global. Untuk itu diperlukan kerja keras dan kerjasama menjalankan grand design pendidikan Indonesia.
- Penulis adalah Pengawas Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur.