Oleh: Linois Romjhie
mepnews.id – Sebelum pandemi COVID-19 melanda dunia, pendidikan di negeri tercinta ini landai-landai saja. Para guru mengajar sesuai kompetensi yang dimiliki dengan penuh tanggung jawab. Tugas rutin merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran sudah menjadi keahlian yang tak terbantahkan. Beragam strategi dan metode pembelajaran terus dikembangkan seiring berjalannya kegiatan pembelajaran. Semua berjalan apa adanya sampai badai pandemi melanda dunia.
Selama pandemi, hal yang selama ini digunakan seperlunya saja justru menjadi sangat penting dalam pembelajaran. Ya! Piranti teknologi, yang biasanya sebatas sebagai alat komunikasi, tiba-tiba menjadi sarana sangat penting dalam pembelajaran.
Kesadaran guru akan pentingnya melek teknologi menjadi motivasi untuk lebih mengembangkan ketrampilan dan kreativitas dalam mengajar. Para guru senior, yang dulu sebagian besar malas belajar ketrampilan menggunakan teknologi digital, menjadi sadar betapa pentingnya media digital dalam pembelajaran. Jadi, pandemi COVID-19 juga menimbulkan dampak positif bagi guru.
Dua puluh lima tahun yang akan datang, tentu teknologi digitalisasi semakin maju. Teknologi sekelas Android, laptop, komputer, tablet semuanya seperti kaca yang tembus pandang yang mudah digunakan di mana saja dan kapan saja, berbentuk jendela kamar, meja kerja, meja makan, kaca mobil tanpa menghilangkan fungsi aslinya. Sistem jaringan komputer yang tanpa batas bisa diakses saat kita sentuh, ketika bangun tidur saat kita sentuh jendela kamar untuk memastikan jadwal kerja hari ini. Saat rapat tinggal sentuh meja kerja kita sudah terhubung secara daring dengan beberapa rekan kerja. Menyalin file tidak lagi memakai copy paste tetapi cukup melempar file ke komputer lain seperti kita melempar bola. Semua gambar atau diagram dapat kita lihat dari berbagai sisi tanpa harus banyak menggunakan aplikasi.
Tugas guru sangat terbantu dengan teknologi super canggih tersebut. Tak ada lagi kertas ulangan yang bertumpuk dan menimbulkan sampah karena ulangan dapat diakses siswa di mana saja dan kapan saja. Kelas digital akan memudahkan guru dalam memberikan materi, tugas-tugas, bahkan evaluasi. Guru tak perlu lagi harus bersusah payah koreksi hasil ulangan siswa secara manual karena dengan satu perintah suara komputer akan merespon perintah kita. Hubungan antara guru dengan pimpinan maupun teman sejawat menjadi lebih harmonis karena komunikasi terjalin dengan lancar. Saat pimpinan ingin mengadakan pertemuan tak akan ada kendala apa pun karena rapat dapat dilakukan dari mana saja tanpa harus menunggu kehadiran peserta rapat satu persatu. Komunikasi menjadi efektif dan efisien. Sesama guru bisa sharing pembelajaran mereka dengan mudah melalui komunitas.
Pokoknya, saat itu tidak ada lagi guru yang tidak melek teknologi. Semua guru sangat kompeten dalam menggunakan teknologi digital dan kreatif dalam memanfaatkannya. Yang berkurang hanya kesempatan bertatap muka, karena mereka harus sibuk dengan kelas digitalnya masing-masing.
Siswa dapat mengakses materi pembelajaran di kelas digitalnya. Bila ada materi yang kurang dimengerti mereka dapat mencari sumber lain dengan mudah. Mengerjakan ulangan atau evaluasi tidak harus menunggu perintah guru tetapi siswa sudah terampil mencari tugasnya sendiri dan mengerjakannya tepat waktu. Pengetahuan apapun yang ingin mereka ketahui dapat mereka cari di perpustakaan digital, di laman-laman yang menyediakan informasi yang mereka butuhkan. Mereka dapat melakukan praktikum secara online tanpa harus masuk ke ruang laboratorium. Cukup melakukan praktikum di laboratorium maya dengan hasil yang akurat seperti laboratorium konvensional.
Komunikasi antara guru dengan siswa sangat mudah. Kesulitan belajar dapat diatasi bersama antara guru dengan siswa. Pertemuan tatap muka antara guru dengan siswa menjadi tidak begitu penting. Tiga dasawarsa lagi semua siswa menjadi generasi digital teknologi dengan kebebasan yang tanpa batas dalam mengakses informasi.
Tapi, ada satu tugas guru yang tidak mungkin tergantikan oleh kecanggihan teknologi. Tugas utama guru, selain mengajar, adalah mendidik. Tugas mendidik ini tidak akan dapat digantikan oleh Google, WhatsApp, YouTube, Instagram, Twitter, maupun yang lainnya.
Bila ada pengetahuan yang tidak dipahami siswa, internet telah menyediakan berjuta informasi yang mereka perlukan. Tetapi, untuk urusan mendidik, membiasakan siswa bertanggung jawab, belajar disiplin, bagaimana menghormati sesama, memupuk cinta tanah air, tidak akan bisa dilakukan oleh aplikasi sosial media apapun.
Pendidikan karakter tidak dapat diajarkan secara teori saja. Seorang siswa butuh teladan utuh dari guru dalam menerapkan nila-nilai karakter. Siswa membutuhkan guru bagaimana cara guru memberikan contoh nyata dalam bertingkah laku dan bertutur kata sebagai warga negara yang baik.
Guru tetap perlu membiasakan nilai-nilai karakter kepada siswa setiap hari, bukan hanya sekali dan secara teori, agar siswa tumbuh menjadi kepribadian yang berkarakter.
Siswa perlu diingatkan setiap saat tentang nilai-nilai karakter sesuai jenjang mereka sehingga nilai-nilai itu akan tertanam dalam kepribadian mereka.
Apakah ada aplikasi yang bisa menggantikan ikatan kasih sayang seorang guru dengan siswanya? Bukankah ilmu pengetahuan tidak akan ada artinya tanpa akhlak budi pekerti?
Jadi, sampai kapan pun, guru tetap dibutuhkan dalam mendidik dan menanamkan nila-nilai karakter bagi siswanya.
* Penulis adalah guru SD di Singosari Kabupaten Malang.