Oleh: Moh. Husen
mepnews.id–Kalau bukan penggemar sepak bola atau wartawan olah raga wa bil khusus sepak bola, kemudian menuliskan sepak bola mentang-mentang lagi musim bola Piala Eropa, biasanya pembaca langsung mencegat: “Mau ceramah nih yee…”
Apalagi menulis bola tapi tidak hapal atau tidak menyebut satu pun nama pemain bola. Malas Googling siapa saja yang turut bermain. Jangankan dengan nama pemain, lha wong dengan nama negara-negara seperti Portugal, Hungaria, Swedia dan Spanyol saja tidak karib dan merasa asing.
Padahal menulis itu paling enak. Dia bisa browsing terlebih dahulu tentang apa saja, ayat berapa saja, nama kitab apa saja, termasuk nama-nama pemain klub Perancis dan Jerman, kemudian ditulis seakan-akan segala sesuatunya hapal dan karib di luar kepala.
Lain dengan ceramah tanpa teks. Isi file kepala kita bisa diraba. Meskipun kita bisa berdalih: “Kapasitas otak saya terbatas, Bos. Bukan saya tidak hapal, tapi sisanya saya taruh di flashdisk dan blog. Kalau mau lihat siapa saja nama-nama pemain Swedia, silakan berselancar di internet. Termasuk bacaan ruku’ dan sujud ada di sana, Bos…”
Itulah saya. Mana mungkin saya paham tentang sepak bola. Bisa ditebak bahwa saya baca-baca dulu di Mbah Google tentang negara-negara yang kesebelasannya akan berlaga dalam Piala Eropa 2020 kali ini.
Di warung kopi langganan saya, teman-teman menghadap televisi nonton bola begitu ramai teriak-teriak terkadang kecewa, marah, senang, atau gol, saya malah lihat rekaman konser Rhoma Irama dan Iwan Fals di youtube handphone saya.
Dulu, kalau ada koran atau majalah sepak bola, yang saya baca bukan berita bolanya, melainkan tulisan kolom bola yang membuat saya selalu takjub.
Lha iya, nulis bola tapi bisa menyambungkan dengan kecurangan penguasa, tidak adilnya pemimpin yang kalau tidak ada bunyi peluit keras protes malah nggak mau berbagi operan kesejahteraan kepada wong cilik, serta semakin ngawurnya masyarakat yang menendang bola kedengkian dan permusuhan ke muka saudara sendiri.
Wah, bisa kelihatan berceramah ini.
Di warung kopi yang lain seseorang menyapa temannya yang kalah taruhan: “Gimana prediksi bola ku? Menang kan? Jagoku selalu menang. Kamu sih gak percaya…”
Tulisan ini pun demikian. Jangan dipercaya. Apalagi dipercaya sebagai ceramah dan kritik. Kalau prediksi bisa salah, kedengarannya tak begitu horor. Tapi kalau ada yang bilang terkadang ceramah dan kritik bisa salah, bersiaplah untuk debat kusir tujuh hari tujuh malam.
Salam sepak bola.
(Banyuwangi, 16 Juni 2021)