Semua Ada Masanya

Oleh: Dwi Anjarwati

MEPNews.id – Dalam keheningan saat terbit fajar, terbersit di pikiran kenapa waktu berlalu begitu cepat, apa yang sudah kita kerjakan, apa yang bisa kita andalkan sebagai kegiatan yang mendatangkan pahala untuk bekal di akhirat? Apakah shalat tahajud, shalat sunnah rawatib, sedekah, tilawah Alqur’an? Atau yang lainnya?

Menginjak usia kepala 3, sudah waktunya lebih meningkatkan seluruh potensi spiritual sosial dan profesional. Kalau tidak sekarang, butuh waktu berapa lama lagi? Ibarat kata, separo perjalanan hidup sudah dilalui. Sementara, hidup itu bagaikan berlayar yang akan bertepi pada masanya. Kata orang Jawa, “Urip mung mampir ngombe.” Artinya, hidup itu bagaikan perjalanan yang berhenti sejenak untuk sekadar melepaskan haus dan dahaga.

Saat sakit datang, betapa hati ini serasa takut mati. Betul apa yang disampaikan para dai. Orang itu enggan mati, pengen hidup seterusnya. Tapi, sakit justru menyadarkan saya hal sebaliknya. Kalau sudah waktunya, mau diundur atau diajukan, tetap saja mati menghampiri kita.

Perjalanan hidup manusia sudah ada pedoman lengkap. Mau hal baik atau buruk, tinggal kita yang memilih. Ibarat kita mau mudik. Bekal yang akan kita bawa banyak. Di tas ada baju ganti, oleh-oleh, alat mandi, obat-obatan dan lain-lain. Padahal, mudik mudiknya ya di situ-situ saja. Mungkin di daerah sekabupaten, atau mudik ke lintas daerah. Tapi, tas sudah penuh dengan perbekalan. Bahkan ada juga uang yang disiapkan nanti untuk diberikan kepada keponakan di sana, diberikan pada kakek dan nenek juga.

Pertanyaanya, bekal apa yang kita bawa dalam perjalanan di dunia dan ketika akan masuk alam kubur? Padahal, di alam kubur itu kita sendirian, tidak ada teman, gelap, tempatnya hanya cukup sekujur tubuh, sangat sempit, dan tidak memungkinkan kita bergerak bebas.

Kalau manusia bisa merasakan hal demikian, pasti dia akan selalu berbuat baik karena takut balasan perbuatan yang dilakukan di dunia.

Masa bahagia di dunia ini hanya fatamorgana. Saya pernah lihat tulisan di status Fb atau WA yang mengatakan bahagia atau kebahagiaan itu sederhana. Itu bukan seperti bahagia yang saya maksud. Bahagia yang dituliskan di Fb atau WA itu adalah kegiatan dan bukan pada sifat. Tapi, oke lah jika orang lain berpendapat begitu. Tapi, saya berpandangan kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan di surga nanti.

Satu contoh sederhana, kebahagiaan karena cinta di dunia. Waktu masih lajang, kita mungkin membayangkan menikah itu enak. Ada teman saat tidur, bisa bercengkerama, dan lain-lain. Tapi, setelah dijalani, pernikahan ya sepertinya begitu-begitu saja. Paling lama bahagianya 3 bulan. Setelah itu, tetap bahagia tetapi intensitasnya sudah agak berkurang.

Jadi, kecintaan terhadap dunia jangan berlebih. Akhirat lah tempat terakhir. Kita sampai di surga atau neraka.

Allah sudah menjamin rejeki setiap orang yang hidup. Bahkan Allah tidak akan mencabut nyawa seseorang apabila jatah rejekinya belum sampai. Namun, Allah tidak menjamin kita soal surga atau neraka. Ada pedoman yang harus dijalankan untuk melaksanakan bekal akhirat. Tinggal kita mau menjalankan atau tidak.

Setiap hari, sebaiknya ada program khusus dan umum. Ini bisa dilaksanakan mulai yang terkecil, mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. tujuannya, agar pada saatnya nanti kita bisa meninggalkan dunia dalam keadaan husnul khotimah.

 

Penulis adalah pendidik di TK ABA Percontohan, Bojonegoro

 

Facebook Comments

Comments are closed.