Manusia Medsos

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id-Semenjak hadirnya media sosial, sepertinya sudah tak berlaku lagi keluhan semacam: “Waduh, kegiatan di kampus saya kok nggak pernah diberitakan koran ya?”

Kata “sepertinya” dalam paragraf awal di atas, bisa jadi merupakan “kromo inggil” saya atau saya yang terlalu takut untuk “ngoko” untuk menggunakan kata “semestinya”.

Sekedar kata memang hendaknya setiap orang harus menghitung kepantasannya. Hal ini tidak mesti soal feodalisme. Bisa jadi merupakan sebuah akhlak yang sangat terpuji sebagaimana berkata-kata kepada orang tua atau guru kita, tentu berbeda pilihan katanya jika yang kita ajak berbicara adalah teman sebaya kita.

Belum lagi jika kita berkata-kata kepada penguasa yang menguasai kita. Penguasa yang menguasai kita itu tidak harus negara atau pemerintah. Bisa jadi ia sekedar warung kantin kecil yang jika kita sering berkata-kata ngawur tanpa sensor, kita terancam tidak boleh ngopi duluan bayarnya sore-sore ketika dapat pinjaman.

Nah, dengan semakin maraknya media sosial seperti sekarang ini saya sungguh tidak gampang berkata-kata. Kalau ada yang meneliti, ada sejumlah kata yang tidak pernah atau minimal jarang dan langka untuk saya munculkan.

Mohon saya jangan dikritik bahwa saya sedang mengkritik halus orang-orang yang berani berkata secara bebas hanya kepada orang kecil yang tak punya kekuasaan apa-apa. Saya ini kok mengkritik, cari hutangan saja susah.

Kita semua tahu, dengan media sosial semua berita menjadi halaman terdepan. Kalau ada orang difitnah, dia tinggal menuliskan kebenaran dalam medsos pribadinya. Sungguh era pencerahan yang luar biasa. Berita-berita yang tak masuk koran, bisa kita jumpai di medsos.

Kasus korupsi dan kepemimpinan buruk seseorang yang tak mungkin tayang di televisi, bisa mendadak kita jumpai di medsos sungguhpun mungkin menggunakan akun palsu. Ngeri-ngeri sedap medsos itu. Dia bisa menjadi kawan yang baik buat mengabarkan kebaikan. Atau sebaliknya.

Tapi karena kemegahan dan mentereng merupakan syarat tak tertulis untuk dilirik orang, maka alhamdulillah kalau ada orang yang meremehkan informasi, berita dan ilmu gratis dari medsos. Sehingga sebuah “borok dan jerawat” bisa tak diperhatikan. Sebuah teriakan kebenaran karena tak pernah masuk televisi, dianggap tak pernah ada.

Sesekali kita melihat, bahwa menjadi manusia medsos yang diremehkan semacam itu, sungguh-sungguh dan sangat-sangat menguntungkan.

(Banyuwangi, 15 Januari 2020)

Facebook Comments

Comments are closed.