Mikroalga untuk Pengembangan Biodesel Terbarukan

MEPNews.id – Indonesia kaya akan sumber daya alam terutama minyak bumi. Minyak bumi dimanfaatkan untuk bahan bakar di bidang industri maupun transportasi. Hanya saja, kekayaan minyak bumi di Indonesia menurun dari tahun ke tahun. Pemerintah berencana mengalokasikan subsidi energi bahan bakar fosil dengan menguranginya dan menggunakan energy renewable resource dengan fokus pengembangan biodesel.

Prof. Dr. Purkan, S.Si., M.Si., guru besar kimia Universitas Airlangga (UNAIR) memanfaatkan mikroalga untuk pengembangan biodesel terbarukan.
Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang dapat berkembang cepat di perairan. Mikroalga mengandung lipid dan hanya butuh karbon dioksida (CO2) serta air (H2O) untuk berkembang.

Luasnya perairan di Indonesia memungkinkan untuk media pembiakan mikroalga.

“Saat ini, mikroalga belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal ia dapat dikultur dengan mudah untuk mendapatkan biomassa sel sebagai sumber ekstrak lipid atau langsung digunakan untuk produksi biodesel,” kata ia di Ruang Departemen Kimia FST UNAIR (29/11/19).

Ada dua jenis mikroalga strain Indonesia yang digunakan dalam penelitiannya. Nannochloropsis oculata dan chlorella vulgaris. Keduanya memiliki komponen utama pertumbuhan yang sama tetapi berbeda pada jenis mikronutriennya (trace element).

“Nannochloropsis oculata memerlukan komponen trace lement lebih banyak dibanding Chlorella vulgaris. Sementara, penumbuhan Chlorella vulgaris relatif lebih mudah dan komponen medianya,” ujarnya.

Prof Purkan menuturkan, hanya dalam 6 bulan penelitiannya sudah mendapatkan hasil. Caranya dengan in-situ dan ex-situ.

Untuk cara in-situ, sel mikroalga yang telah dikeringkan diberi tambahan methanol dan katalis. Kemudian, diberi treatment dan langsung membentuk biodesel.

Cara ex-situ, sel kering mikroalga diekstrak lipidnya terlebih dahulu untuk mendapatkan minyak. Selanjutnya, minyak diubah menjadi biodesel melalui penambahan methanol dan katalis.

Kedua cara tersebut menggunakan methanol high pure untuk menghindari campuran air yang dapat mempengaruhi hasil.

Katalis untuk pembentukan biodesel ada beberapa jenis: asam, basa, dan nano partikel. Pemilihan jenis katalis disesuaikan sifat dan jenis sampel mikroalga yang digunakan.

Penelitian itu menunjukkan, sel mikroalga yang ditreatment dengan katalis nano partikel hasilnya lebih tinggi. Proses in-situ memberi hasil lebih tinggi bahkan lebih cepat.

Baginya, cara ex-situ kurang efisien dibandingkan dengan cara in-situ. Cara ex-situ tahapannya lebih panjang tapi hasilnya sedikit.

Prof Purkan menjelaskan, penelitian yang saat ini dikembangkan baru pada peningkatkan produk biodesel (rendemen), dan penentuan komponen serta jenis biodeselnya. Pengembangan untuk uji elektrositi hendak dikerjakan ke depan.

“Saya masih fokus meningkatkan pengembangan katalis supaya biodesel yang dihasilkan lebih tinggi. Yang paling penting adalah memanfaatkan biodiversitas alam yang belum termanfaatkan tapi berpotensi,” kata Purkan.

Ia berharap ke depan perlu dibuat sentral-sentral yang dapat meningkatkan pemanfaatan biodesel, bekerjasama dengan sentral-sentral lembaga riset atau langsung pusat-pusat produksi yang dinaungi pemerintah. Ini agar dapat dieksplor biodesel dari mikroalga dan langsung bisa diterapkan. (Humas Unair)

Facebook Comments

Comments are closed.