Enzim Beta-Glukosidase Mikroorganisme untuk Biotransformasi Ginseng

MEPNews.id – Ginseng merupakan tanaman obat khas Korea yang dipercaya memiliki banyak khasiat. Namun pada kenyataannya, kandungan senyawa aktif dalam ginseng, yang disebut Minor Ginsenoside, berjumlah kecil sekali yaitu 0,001% dari total berat ginseng. Salah satu upaya meningkatkan jumlah senyawa aktif tersebut adalah melakukan modifikasi menggunakan enzim.

Dengan dasar pengetahuan yang diperolehnya selama studi di Korea Selatan sebelumnya, Almando Geraldi, S.Si, P.hD., dosen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST UNAIR) dapat memanfaatkan mikroorganisme penghasil enzim beta-glukosidase yang ada di Indonesia untuk biotransformasi senyawa aktif ginseng.

“Saya mikir Indonesia itu biodiversitasnya yang sangat tinggi terutama dalam hal mikroorganisme. Nah, saya kenapa gak nyari enzim beta-glukosidase di Indonesia?” tutur Gerry, sapaan karibnya.

Sebagian besar senyawa aktif yang terkandung dalam ginseng, yang disebut Major Ginsenoside, memiliki banyak gugus gula yang menyebabkan senyawa tersebut tidak mudah diserap tubuh. Oleh karena itu, gugus gula itu harus dipotong dengan enzim yang dinamakan beta-glukosidase untuk menghasilkan minor ginsenoside.

Dalam riset tersebut, Gerry mengambil tiga contoh bakteri dari berbagai tempat, yakni dari sumber mata air panas, tanah tercemar tumpahan minyak, dan rumah pemotongan hewan.

“Satu bakteri saya dapat dari sumber mata air panas Cangar. Lainnya diisolasi dari tempat tumpahan minyak dan satunya lagi dari rumah pemotongan hewan,” ujarnya.

Menurut Gerry, ketiga bakteri tersebut memiliki keunikan. Bakteri dari sumber mata air panas Cangar, misalnya, bisa bertahan di suhu 60°. Bakteri dari tempat tumpahan minyak dan rumah pemotongan hewan memiliki enzim dengan kemampuan tinggi mengkonversi substrat unik.

“Yang dari sumber mata air panas Cangar itu bisa tahan di suhu 60°C. Kalau direaksi kimia, semakin tinggi suhu semakin cepat reaksinya. Nah, bakteri dari Cangar itu terbiasa panas. Dua  bakteri lain dari tempat-tempat ekstrim seperti itu banyak substrat unik. Diharapkan kemampuan enzimatisnya ya tinggi,” jelas Gerry.

Riset tersebut melalui beberapa tahapan. Tahap screening, mikroorganisme yang telah diisolasi dilihat kemampuannya menghasilkan enzim beta-glukosidase terlebih dahulu. Menurut Gerry, waktu yang digunakan untuk mengisolasi dan screening sekitar tiga minggu.

Selanjutnya, menurut dosen lulusan Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) tersebut, isolat-isolat itu dapat menghasilkan beta-glukosidase, namun tidak bisa menghasilkan dalam jumlah besar.

Untuk dapat menghasilan enzim dalam jumlah besar, gen pengkode beta-glukosidase dari isolat-isolat tersebut dikloning dan dipindahkan ke bakteri yang bisa tumbuh cepat dan mudah dikontrol pertumbuhannya. Contohnya, Escherichia coli, untuk diproduksi dalam jumlah besar.

“Setelah dapat jumlah enzim yang tinggi, itu bisa saya tes ke substrat dengan mudah, dalam hal ini Major Ginsenoside,” tambahnya.

Dari riset yang telah dilakukan dan dipublikasikan di Biocatalysis and Agricultural Biotechnology (Scopus, Q2), menurut Gerry, hasil yang diperoleh adalah enzim yang dapat mengkonversi Major Ginsenoside dari isolat yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan dan tempat tumpahan minyak. Keduanya dapat memotong dua gugus gula pada Major Ginsenoside sehingga dihasilkan Minor Ginsenoside dari tipe F2 yang memiliki khasiat anti-kanker dan anti-inflamasi.

“Aktivitasnya anti inflamasi, anti kanker, dan juga beberapa sudah dikomersialkan di Korea. Kedua enzim tersebut bisa mengkonversi ke F2,” tuturnya.

Dari riset tersebut, Gerry berharap dapat menemukan isolat mikroorganisme penghasil beta-glukosidase yang kuat dari Indonesia untuk digunakan dalam konversi senyawa aktif ginseng. Selain itu, Gerry juga berharap dapat mengaplikasikan hasil penelitiannya untuk meningkatkan khasiat tanaman obat khas Indonesia, misalnya Ginseng Jawa, sehingga dapat mendunia mengalahkan ginseng dari korea. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.