Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Dari jauh, tepatnya dari lubuk hati, saya mengucapkan selamat atas pelantikan Kepala Desa sekabupaten Banyuwangi. Semoga amanah, dan seterusnya. Seperti lazimnya doa dan harapan rakyat kecil semuanya terhadap hadirnya pemimpin desa yang baru. Ah, tapi saya tidak ingin bertindak sebagai komentator pelantikan Kepala Desa. Saya ingin ngomong ngalor-ngidul sekenanya saja.
Jadi begini:
Sekitar seminggu yang lalu, sembari menikmati bakso yang lezat, saya mengemukakan kepada kawan saya: “Kita ini jangan terlalu baca terjemah serta tafsir Al-Quran melulu. Baca langsung Qurannya. Rasakanlah hubungan batin kita dengan Allah. Membaca Quran secara langsung itu rasanya kita sedang bergaul dengan Allah. Dari situ kita akan menemukan tetes-tetes mutiara Al-Quran yang mencahayakan lahir batin kita. Kita ini sekarang kebanyakan baca tafsir tapi kurang banyak juga baca Quran secara langsung tanpa terjemah dan tanpa tafsir.”
“Kita jangan kehilangan keseimbangan dan keutuhan,” saya meneruskan. Spontan dan mengalir saja pembicaraan kita waktu itu.
Kepada kawan saya itu, saya tidak menganjurkan agar ia baca Quran secara serius hingga menghatamkan Quran. Juga bukan menuduh dia tidak bisa baca Quran. Baca saja Quran semampunya. Boleh hingga hatam, boleh tidak. Mampunya hanya baca surat Yasin seminggu sekali setiap malam Jumat, monggo-monggo saja. Mungkin karena usia, kesempatan atau mungkin kurang bisa baca Quran, jadi ya semampunya dan sebisanya juga nggak pa-pa. Baca surat Al-Ikhlas dan Al-fatihah saja asal fokus kepada Allah, ya nggak pa-pa. Pokoknya semampunya dan sebisanya.
Kemudian kami guyon-guyon. Ngobrol yang lucu-lucu. Dan yang terpenting adalah bakso saya dia yang traktir. Kapan-kapan saya disuruh main ke rumahnya. Akan disuguhi kopi dan gorengan yang maknyus, katanya. Saya pun oke. Kapan-kapan saya akan pinarak.
Saya ingin agar kita saling rendah hati saja terhadap sebuah tafsir dari Al-Quran. Itu pun kalau kita baca sendiri tafsir Quran tersebut. Kalau kita membaca tafsir dari membaca atau mendengar uraian orang lain mengenai kitab tafsir, daya urainya bisa beda-beda tiap orang. Semakin menggebu ambisi jahat seseorang, semakin liar dan gelap tafsir yang dikemukakan. La yamassuhu illal muthohharun. Tidak bisa menyentuh makna cahaya Al-Quran kecuali orang-orang yang tersucikan hati dan fikirannya.
Kalau kita membaca Al-Quran sendiri meskipun tak mengetahui artinya atau meskipun cuma “Qulhu” saja, kemungkinan mendapat hidayah Allah sangat tinggi. Kemungkinan dituntun dan diarahkan ke jalan yang benar sangat terbuka lebar. Bukankah yang terpenting dalam hidup ini adalah hidayah Allah?
Sepulang dari bertemu kawan saya itu, disepanjang jalan dengan bahagianya saya bersenandung pujian Langgar doa Khotmil Quran: “Allahummarhamna bil Quran…”
Tak terasa sampai rumah sudah sore. Tak terasa pula beberapa tagihan rutin menyapa saya: dari PLN, PDAM, dan lain-lain, dan seterusnya. Bismillah.
(Banyuwangi, 20 November 2019)