MEPNews.id – Lembaga Keuangan mikro (LKM) diperuntukkan bagi masyarakat golongan kecil yang selama ini tidak dapat mengakses lembaga keuangan formal seperti bank. Sedangkan LKM Syariah merupakan lembaga keuangan yang produk dan jasanya sesuai nilai-nilai Islam.
Dalam penyelenggaraan LKM Syariah, seringkali terjadi pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah yang tinggi tentu akan mengancam kelangsungan bisnis lembaga keuangan itu sendiri.
Apabila dilihat dari sisi nasabah, ada beberapa faktor yang menentukan pembiayaan bermasalah di LKM Syariah di Indonesia. Lalu, apakah ada faktor khusus yang menyebabkan nasabah macet atau tidak bisa membayar secara tepat waktu?
Hal ini lah yang melatarbelakangi Bayu Arie Fianto, SE., MBA., PhD., dan tim melakukan penelitian. Bayu mengaku penelitian ini penelitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang saling berhubungan.
Dalam penelitian tersebut, sampel yang digunakan dari nasabah LKM Syariah. Tercatat 50 nasabah dengan pembiayaan bermasalah dan 90 nasabah yang pembiayaannya lancar. “Total ada 140 nasabah atau responden yang kami wawancarai dari LKS,” imbuhnya.
Kemudian faktor-faktor atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada delapan; umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, pekerjaan, lokasi (jarak dari rumah nasabah ke LKM Syariah), lokasi terkait dia di kota atau di di desa, total financing, dan jenis akad kontrak yang digunakan. Dalam LKMS tersebut, secara umum akad terbagi menjadi dua yaitu kontrak bagi hasil dan kontrak non-bagi hasil.
“Kalau di bank konvensional kan hanya bunga semua,” is memberi perbandingan.
Dari delapan variabel tersebut, setelah dilakukan penelitian, terdapat empat yang paling berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah. Ialah variabel umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan jenis akad kontrak. Dari empat variabel tersebut, yang sangat berpengaruh ialah jenis kontrak.
Untuk variabel umur, semakin nasabah bertambah umurnya probabilitas (kemungkinan) pembiayaannya bermasalah akan semakin tinggi. Untuk variabel gender, laki-laki cenderung menyebabkan pembiayaan macet dibandingkan perempuan yang cenderung lebih pintar mengatur keuangan.
Variabel jenis pekerjaan menunjukkan bahwa semakin nasabah bekerja di sektor formal akan cenderung macet dibandingkan dengan nasabah yang bekerja di sektor informal, yang notabene pendapatannya tidak pasti.
“Hal ini bisa saja terjadi karena yang kami survey kebanyakan small entrepreneur, yang bisa jadi memiliki income lebih jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki salary fix,” jelasnya.
Variabel yang paling berpengaruh, yaitu jenis akad kontrak. Untuk jenis akad kontrak, akad bagi hasil cenderung lebih macet dibandingkan akad non-bagi hasil. Hal ini terjadi karena kontrak-kontrak bagi hasil ini memiliki risiko tinggi.
Pada akad bagi hasil, nasabah akan menghitung sendiri laba yang diperoleh. Nah, dalam proses tersebut, para nasabah bisa jadi meninggikan biaya sehingga nilai bagi hasilnya akan lebih kecil.
Penelitian ini tentu saja akan memberikan dampak yang signifikan bagi LKM Syariah. Ternyata ada empat faktor utama yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah.
Ke depan, diharapkan Pemerintah dan Lembaga Keuangan akan lebih memperhatikan faktor-faktor itu dalam memberikan pembiayaan. Diharapkan pembiayaan yang diberikan itu bisa lancar terus.
“Jika pembiayaan tidak lancar, tentu akan menyebabkan sustainability lembaga keuangan ini akan bermasalah,” tutupnya. (*)