MEPNews.id – Sungguh beruntung sekali saya dapat dipertemukan dengan sosok hebat ini. Namanya Djoko Setyono, satu dari empat serangkai pendekar pendiri DeDurian Park.
Saat berada di dekatnya, tepatnya ketika malam minggu pertamaku di DeDurian, saya bersyukur bisa diskusi soal segala hal menyangkut aneka menu kehidupan, pada saat itu saya merasa bak sedang berada di suatu gurun luas lalu bertemu oase, menerima gerojokan ilmu langsung dari titik episentrumnya.
Sehingga meskipun berbincang hingga berjam-jam sama sekali tak sadar, waktu pun bergeser hingga lewat tengah malam. Tak terasa saat itu ternyata kami ngobrol lewat 4 jam. Sekali lagi, diskusi dengan pribadi yang loman ilmu, diskusi yang didasari oleh kesamaan visi menjadikan waktu tak lagi terasa, durasi lama tampak cepat berlalu, kantuk dan rasa lelah juga tak dapat mencegah, tapi kami harus sudahi obrolan malam itu demi menyimpan energi untuk aktivitas di pagi berikutnya.
Kembali pada figur Djoko. Usianya mungkin telah senja, tetapi semangat masih terus muda. Setiap berjumpa dengan orang lain, ia selalu mengatakan sebagai Djoko yang (terus) muda.
Adapun dari hasil diskusi saat itu, saya menangkap begitu banyak puspa ragam ilmu hidup. Di mana setiap laku perjalanan hidupnya sungguh penuh kisah hebat, unik, inspiratif, menggelitik, bahkan mungkin sebagian ada yang konyol tapi bertabur hikmah. Bagaimana potret pribadi tekun dan sabar ada pada dirinya. Bagaimana keuletan campur etos kerja tinggi menempel di kepribadiannya. Dan bagaimana sisi religiusitas dan welas asih menjadi identitasnya.
Semua mozaik-mozaik itu, bila hendak dideskripsikan secara lebih detail, tentu tak cukup bila hanya dengan satu tulisan ini. Maka agaknya sangat perlu bahkan layak di setiap one the way hidupnya itu ditulis hingga kalau perlu dibukukan. Sangat eman bila ribuan mutiara ilmu hidup itu menguap begitu saja tanpa pernah diikat lalu diabadikan ke dalam tulisan.
Untuk itu, melalui tulisan ini saya berusaha nyicil memulai mengikat setiap mutiara-mutiara hikmah dari laku hidup seorang Djoko Setyono, seorang anak kampung Lembeyan Magetan, lahir dari 9 bersaudara (jika keliru ngapunten, Pak DS. Mohon koreksi) dari keluarga petani yang hidupnya penuh kesederhanaan.
Itu dulu, sekarang Djoko telah mendapat segalanya. Jika masih ada keinginan yang belum tercapai. Mungkin soal bagaimana menjadikan DeDurian sebagai lokomotif penggerak kemajuan ekonomi umat Islam. Karena baginya, menata masa depan bangsa besar ini, wajib dimulai serta diawali dari urusan perut, jika ekonomi baik dan semua warga hidupnya makmur. Maka untuk soal yang lain-lain otomatis akan mengikuti tertata menjadi baik pula.
Begitu pun sebaliknya, jika ekonomi negeri ini masih saja lesu tak berdaya, rakyat begitu susah karena harga sembako terus merambat naik, misalnya. Maka tak perlu mikir terlalu muluk-muluk untuk bicara politik, hukum, pendidikan, alih-alih persoalan lainnya itu menjadi beres teratasi sedangkan setiap perut warganya begitu gampang bahkan sering dalam kondisi lapar.
Bagi Djoko, DeDurian hadir sebagai upaya menata problematika ruwetnya soal ekonomi tersebut. Satu upaya konkrit, DeDurian dengan segala potensi yang dimiliki, dengan modal sosial sebagai investasi multi dimensi, maka ia sangat optimis bila DeDurian ke depan akan mampu melebarkan area jangkauannya hingga melintasi segala batas.
DeDurian hadir menjadi media bagi setiap pribadi yang ingin menancapkan mental berdikari di negeri sendiri. Dan di DeDurian-lah segala ilmu hidup berupa pengalaman yang begitu panjang telah, masih, dan akan dicipratkan oleh Djoko Setyono kepada seluruh jamaah serta siapa pun yang sudi dirangkul menyatu dalam visi yang sama memakmurkan bumi Allah.
(Aditya Akbar Hakim)