Surabaya Language Festival Deklarasikan Semangat Anti-Diskriminasi

MEPNews.id – Surabaya Language Festival, yang diselenggarakan Lingua Franca Community di Siola Convention Hall 14 September 209, punya gawe khusus. Bertajuk “celebrating linguistic diversity” dan bertujuan menunjukkan keanekaragaman bahasa di kota Surabaya, acara kali ini diwarnai deklarasi semangat antidiskriminasi.

Lingua Franca Community merupakan komunitas yang digalang sejumlah mahasiswa dengan minat di bidang pelestarian bahasa. Komunitas yang didirikan 2018 ini terinspirasi dari keinginan merawat kemajemukan di Surabaya. Surabaya Language Festival tahun ini adalah edisi kedua. Yang pertama, dilaksanakan 4 Agustus 2018 di lokasi yang sama.

Acara dibuka dengan sambutan dari Antiek Sugiharti, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Surabaya. Selain itu, hadir Sunohara Yuko selaku Wakil Bidang Informasi, Pendidikan, dan Kebudayaan Konsulat Jenderal Jepang.

Yang dipresentasikan pada Surabaya Language Festival tahun ini adalah Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), Sunda, Bali, Madura, Lamaholot, Selayaran, Belanda, dan Jepang. Pembicara yang hadir relawan dari berbagai komunitas. Mulai dari mahasiswa, guru, dosen, freelancer, hingga praktisi kesehatan. Materi yang diangkat adalah aspek-aspek sosio-kultural dari setiap bahasa yang mereka wakili. Acara ini menyiratkan pesan bahwa setiap bahasa patut dilestarikan karena memiliki keunikannya masing-masing.

Ario Bimo Utomo, penggagas sekaligus penanggung jawab Surabaya Language Festival, mengatakan acara ini bertujuan menonjolkan karakter Surabaya yang toleran dan multikultural. “Dulu, keberanian disimbolkan dengan keteguhan melawan penjajah. Keberanian di era modern sekarang disimbolkan dengan keberanian menjalin persahabatan,” ujar Ario dalam sambutannya.

Penandatanganan deklarasi semangat antidiskriminasi.

Acara ditutup dengan deklarasi yang disusun seluruh pembicara. Isi deklarasi tersebut adalah (1) memahami bahwa Surabaya merupakan cerminan dari Indonesia yang multikultural; (2) Menolak segala bentuk diskriminasi SARA; (3) Mendukung gerakan inklusivitas yang lebih menjangkau banyak kelompok masyarakat di Surabaya; dan (4) Mengakui bahwa apresiasi bahasa adalah salah satu media membangun komunitas yang toleran. Deklarasi dipandu ketua Surabaya Language Festival, Daffa Izzulhaq.

“Acara ini membuat saya lebih mengenal budaya-budaya yang ada di luar saya. Surabaya Language Festival menunjukkan, edukasi budaya dapat dilakukan melalui cara menyenangkan,” kata Gede Resnadiasa, perwakilan bahasa Bali.

Bagi Resna, acara ini berkesan karena rupanya masih banyak kaum muda yang peduli dengan identitasnya. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.