Balada Investigasi Mimpi

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Janakim adalah orang yang pertamakali memanggilnya dengan panggilan Mbah Amoh. Dan singkat ceritanya, kali ini Mbah Amoh iseng-iseng ketika bertemu beberapa teman akrabnya, Mbah Amoh bertanya ke mereka: “Apakah diantara kalian selama seminggu sebelum shalat Idul Adha kali ini ada yang bermimpi?”

“Ngapain tanya mimpi Mbah?”

“Iya Mbah, what happen kok tumben tanya mimpi?”

“Apakah akan ada sesuatu mbah, kok tanya-tanya mimpi gitu?”

Mereka saling bersahutan menanggapi pertanyaan Mbah Amoh mengenai mimpi.

“Syukurlah,” kata Mbah Amoh, datar.

“Mimpi itu hanya terjadi pada Nabi Ibrahim,” lanjut Mbah Amoh.

“Oalah Mbah… Mbah… Ada-ada saja Sampeyan itu Mbah…” Yang muda langsung nyeletuk.

“Jelas tidak mungkin lah Mbah, kami dapat mimpi disuruh Allah menyembelih anak sendiri,” timpal yang lain.

“Apa Mbah lagi kurang enak badan Mbah?” Mereka meledek Mbah Amoh dengan perilaku pancingan diskusinya yang nggak mbois blas.

“Apakah kalian ingin bermimpi seperti Ibrahim?” Mbah Amoh mendadak serius.

Mereka diam. Ngapain ngelayani omongan ngelantur yang dianggap oleh mereka tak bermutu itu.

“Kalau aku,” lanjut Mbah Amoh, “bermimpi bertengkar dengan khatib Idul Adha yang menerangkan kita harus menyembelih nafsu hewaniyah kita. Emang apa nafsu hewaniyah itu? Ingin serakah? Seks bebas di jalan? Nafsu itu fitrahnya manusia. Dia jangan dibunuh. Tapi dikendalikan. Dia yang menjadikan manusia itu mulya. Boleh makan asal pada tempatnya dan jangan berlebihan. Lha wong cuma saking ikhlasnya Nabi Ibrahim disuruh menyembelih Ismail sehingga Allah mengganti Ismail dengan kambing. Artinya kalau kita ikhlas justru hakikatnya kita tidak pernah kehilangan apa-apa. Lha kok malah menyebrang nafsu hewaniyah dalam diri harus dihilangkan. Emang bisa manusia menghilangkan nafsu hewaniyah, nafsu syaithoniyah, atau berbagai macam nafsu? Kalau bisa, kan bunuh diri namanya?”

“Ah, sudahlah Mbah. Mimpinya nggak nyambung dan nggak bermutu. Bisa-bisa hanya nambahi perkara dan ruwet. Biarlah masing-masing khatib menyampaikan khutbahnya dengan cara dan bahasa mereka sendiri-sendiri. Antara khatib dan jamaah biasanya ada bahasa khusus yang mereka sudah saling memahami karena intensitas pergaulan mereka sangat intim. Maksudnya si khatib itu ya seperti yang dimaksudkan Mbah Amoh itu. Dan jamaah sudah faham. Sebagaimana intensitas pergaulan Nabi Ibrahim dengan Allah yang sangat begitu karib sehingga Ibrahim sangat mengimani perintah Allah terhadap penyembelihan Ismail putra terkasihnya itu. Ayo, kopinya dihabiskan Mbah. Jangan terlalu malam. Besok pagi setelah shalat Idul Adha kita menyaksikan penyembelihan hewan qurban rame-rame….”

Mbah Amoh terdiam. Dia merasa tertohok juga oleh pernyataan kawan yang terakhir barusan. Entah nyantri dimana si kawan itu kok ngomongnya bisa agak begitu-begitu itu.

Akhirul kalam, siapakah Janakim? Siapkah Mbah Amoh? Apakah plesetan dari nama Amoh Husen? Kapan-kapan insya Allah diceritakan lagi. Selamat berhari raya Idul Adha 1440 H.

(Banyuwangi, 10 Agustus 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.