Oleh: Syahrul Fajar Andriawan Eka Wijaya
MEPNews.id – Tidak dapat dapat dipungkiri bahwa pesta demokrasi di tahun 2019 ini merupakan salah satu yang terpanas yang pernah diadakan di Indonesia. Meski kedua calon presiden yang maju tahun ini sama dengan saat pemilihan presiden 2014, kondisi yang dirasakan saat ini benar-benar berbeda.
Yang menjadi perhatian pada pemilu kali ini bukan hanya orang-orang yang berebut kursi nomor satu, melainkan para pendukung. Yang berkonflik pada pesta demokrasi tahun 2019 ini bukan lagi petinggi partai politik, melainkan mereka yang nongkrong di warung kopi.
Pemilu kali ini benar-benar menggiring opini bagi seluruh kalangan masyarakat. Rasanya setiap orang telah memiliki pilihan politiknya masing-masing. Tidak terlepas apakah dia pekerja kantoran yang sering menikmati kopi di kafe, atau pemuda desa yang duduk santai di warung kopi. Rasanya semua orang selalu membicarakan presiden pilihannya.
Hal yang kemudian disayangkan pada perhelatan demokrasi terbesar di Indonesia ini adalah terpecahnya masyarakat di Indonesia berdasarkan pilihan politik. Tidak dapat dipungkiri banyak perselisihan terjadi hanya karena perbedaan pilihan presiden. Indonesia seolah-olah telah terbagi menjadi dua bagian.
Masing-masing pendukung dengan gencar memanfaatkan media sosial untuk mengagung-agungkan pasangan presiden dan wakil presidennya. Mereka juga tidak segan menyebarkan berita yang bertujuan menjatuhkan lawannya. Kondisi ini terlihat di mana-mana, khususnya lewat postingan di media sosial.
Berbeda pilihan politik saat ini menjadi hal yang sangat sensitif. Banyak orang yang kemudian tidak segan mengejek temanya sendiri hanya karena beda pilihan. Tidak sedikit orang yang kemudian berselisih dengan tetangganya. Tidak sedikit pula orang-orang yang memutus tali silaturahmi dengan kerabatnya karena hal ini.
Hasil Pemilu dan Konflik Yang Berkembang
Pada Selasa 21 Mei 2019, Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis hasil perhitungan suara untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. KPU mengumumkan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin mencapai 55,50% suara dari total suara sah nasional.
Pengumuman hasil tersebut memberikan konflik baru di Indonesia. Pendukung pasangan yang kalah merasa dicurangi KPU. Oleh karena itu, massa berbondong-bondong turun ke jalan. Massa bergerak menuju Bawaslu untuk meminta agar kecurangan pada pemilu kali ini diusut dan menyatakan hasil yang dirilis KPU tidak sah.
Pendukung pasangan yang menang pun tidak tinggal diam. Dengan gencarnya media sosial dipenuhi ujaran kebencian terhadap kelompok yang menolak hasil pemilu. Terlebih, terjadi kerusuhan saat massa pendukung pasangan yang kalah melakukan demonstrasi. Bentuk protes terhadap massa demonstrasi pun semakin menjalar.
Lalu, apakah konflik berkelanjutan ini bukan merupakan masalah? Tentu saja! Konflik ini hanya akan mengakibatkan perpecahan di Indonesia. Perseteruan yang tidak kunjung usai ini hanya akan merusak rasa persatuan dalam diri masyarakat Indonesia.
Maka dari itu, rasanya kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden di ajang pemilihan presiden ini perlu melakukan tindakan untuk menenangkan massa pendukungnya masing-masing. Tidak peduli sebagai pasangan yang menang atau yang kalah. Konflik yang terjadi ini menjadi tanggung jawab kedua pasangan.
Selain itu, kita juga perlu memulai hal ini dari masing-masing diri sendiri. Kita harus memikirkan kembali sila ketiga Pancasila yang berbunyi, “Persatuan Indonesia”. Sejatinya kita semua sebagai sesama warga negara Indonesia merupakan kesatuan. Kita tidak bisa membiarkan konflik ini semakin berkepanjangan dan memecah-belah bangsa.
Ayo! Kita sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung persatuan untuk memancarkan nilai toleransi pada diri kita masing-masing. Tak apa-apa kita menyuarakan pendapat atau tuntutan. Namun, kita tidak perlu mengedepankan ego sampai memutus hubungan dengan sesama tetangga. Kita perlu kembali saling merangkul untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
- Penulis adalah Mahasiswa Teknik Mekatronika PENS Angkatan 2015.