Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnews.id – Saya kedatangan dua kerabat yang curhat tentang hasil ujian akhir mereka.
Fulan kecewa saat mengetahui dia tidak lulus. Dia mengaku buruknya hasil ujian karena ia kurang persiapan. Dia harus belajar lebih giat, dan bukannya menghabiskan malam untuk hura-hura. Hasil ujian ini jadi peringatan baginya. Maka, dia memutuskan berusaha lebih keras semester mendatang.
Fulin juga kecewa karena tidak lulus ujian. Dia menyalahkan kondisi ujian yang tidak fair. Dia menuding dosennya killer dan tidak menyukainya. Dia yakin, seberapa keras pun dia belajar, nilainya bakal tidak lebih dari C-. Menurutnya tidak ada gunanya mengubah perilaku ke depan jika dosennya tetap sama.
———-
Pembaca yang budiman, saya ambil sikap Fulan dan Fulin itu untuk menggambarkan bagaimana locus of control bekerja pada diri kita. Locus of control adalah istilah psikologi yang merujuk pada keyakinan seseorang tentang sumber daya yang mengendalikan mereka. Secara khusus, locus of control mengacu pada kepercayaan seseorang tentang sejauh mana ia merasa bisa mengontrol hasil dari kejadian dalam hidupnya.
Si Fulan adalah contoh locus of control secara internal. Ia mencerminkan posisi individu yang memiliki rasa kontrol pribadi yang kuat atas hidup dirinya sendiri. Orang semacam Fulan merasa perilaku dan pilihan dia sendiri adalah prediktor terkuat tentang bagaimana kehidupan ia ke depan. Oleh karena itu, keberhasilan dan kegagalan ada di tangan dia sendiri.
Si Fulin mewakili locus of control secara eksternal. Individu dengan external locus of control merasa hidupnya lebih dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Faktor-faktor di luar kendali pribadi, antara lain lingkungan fisik atau sosial, lebih menentukan bagaimana kehidupannya berkembang. Oleh karena itu, ia berpikir hanya sedikit yang dapat ia lakukan untuk memengaruhi peristiwa positif atau negatif dalam hidupnya.
Dalam kenyataan, tidak ada tipe Fulan sejati atau Fulin sejati. Artinya, locus of control ini berkelanjutan. Orang tidak selalu mengidentifikasi locus of control dia termasuk internal atau eksternal terus-menerus. Kebanyakan orang cenderung berada di antara tipe internal atau eksternal. Pengaruh faktor internal dan eksternal ini cenderung juga bervariasi dari satu orang ke orang lain.
Pertanyaannya, posisi mana yang cenderung membuat merasa lebih bahagia atau menghasilkan kesuksesan lebih besar? Tentu ini bergantung pada kondisi masing-masing dan pada rentang waktunya. Tapi, mari tengok kembali sikap Fulan dan Fulin yang tentu bisa memberi hasil berbeda di masa datang.
Pendekatan Si Fulan cenderung berfungsi sebagai motivasi diri untuk bekerja lebih keras di masa datang dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Namun, jika kemudian kinerjanya gagal meningkat, locus of control internal bisa memicu sikap menyalahkan diri sendiri berlebihan. Ini bisa menghancurkan harga dirinya di masa datang.
Pendekatan si Fulin cenderung membuat ia tidak merasa buruk tentang dirinya sendiri sekarang. Dia memang frustrasi, tapi penyebabnya diarahkan ke faktor eksternal yakni dosennya. Itu baik untuk perasaan diri sendiri sekarang. Namun, di masa datang, nilai kuliahnya tidak mungkin meningkat jika dia tidak melihat pentingnya belajar lebih keras.
Meski demikian, secara umum locus of control dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang. Individu dengan locus of control internal cenderung lebih termotivasi dan berhasil di masa datang karena merasa keberhasilan atau kegagalan bergantung pada tindakan diri sendiri. Individu dengan locus of control eksternal cenderung merasa kurang terlibat dalam hidupnya sendiri sehingga kelak cenderung merasa gampang putus asa.


