Oleh: Esti D. Purwitasari SPsi MM
mepnews.id – Hehehe…judulnya rumit, ya? Rumit karena banyak istilah turunan dari bahasa asing. Nah, saya coba jelaskan dulu satu-persatu.
‘Sinyal’ itu dari kata ‘signal’ yang berarti tanda-tanda. ‘Toksik’ itu berasal dari kata ‘toxic’ artinya beracun. Dalam konteks ini, artinya membahaykan. Orang insecure artinya orang yang merasa tidak nyaman, tidak aman, sedang goyah, dan sejenisnya.
Sudah dapat makna dari judul di atas, kan?
Pembaca yang budiman, istilah ‘insecure’ ini bisa mengacu ke beberapa konsep berbeda dan bergantung pada konteksnya. Secara umum, istilah ‘tidak aman’ ini menggambarkan keadaan rentan atau berrisiko dalam hal kesejahteraan emosional, keamanan fisik, hingga perlindungan aset atau informasi berharga.
Ketidakamanan emosional mengacu pada kurangnya kepercayaan diri atau harga diri sehingga menyebabkan perasaan cemas atau rentan. Ketidakamanan fisik mengacu pada kurangnya keamanan atau perlindungan pribadi, keamanan finansial, atau keamanan akses kebutuhan dasar. Keamanan informasi mengacu pada perlindungan informasi sensitif seperti data pribadi, informasi keuangan, atau rahasia dagang, dari pencurian data. Dan lain-lain.
Nah, bekerja dengan orang yang kepribadiannya sedang tidak aman ini tentu membuat Anda juga terimbas. Anda bisa ‘tertular’ sehingga mengurangi kemampuan Anda berpikir jernih dan membuat keputusan yang tepat. Karena itu, saya menyebutnya orang itu toksik.
Stefan Falk, pakar psikologi tempat kerja yang lebih dari 30 tahun menangani perusahaan-perusahaan besar, serta penulis buku “Intrinsic Motivation: Learn to Love Your Work and Succeed as Never Before”, menyatakan orang yang merasa insecure sering kali adalah orang yang paling sulit untuk kita hadapi.
Wajar, jika seseorang sesekali merasa tidak aman. Namun, perilaku bermasalah muncul ketika orang itu secara konsisten berusaha menyembunyikan keraguan diri atau perasaan tidak aman itu. Maka, ia akan sangat menghindari risiko dan tidak produktif. Bahkan, ada melampiaskannya dengan perilaku kasar atau jahat.
Amy Gallo, dalam bukunya How to Work with Anyone (Even Difficult People), mengungkap beberapa ciri umum orang dengan perilaku toksik;
- terlalu khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya
- tidak pernah mengungkapkan pendapat secara tegas
- menderita ketidakmampuan kronis untuk membuat keputusan, bahkan ketika pilihan-pipihannya tidak berrisiko
- merendahkan orang lain untuk membuat dirinya terlihat lebih penting
- terus bicara tentang betapa sibuknya dia (padahal sebenarnya tidak) untuk menunjukkan bahwa ia dibutuhkan
- pengganggu paranoid yang bisa-bisa membuat Anda mempertanyakan gerakan Anda sendiri.
Pembaca yang budiman, orang bertipe insecure ini pasti ada di sekitar Anda. Bisa jadi ia termasuk atasan atau sesama anggota tim, atau bawahan Anda. Lalu, bagaimana cara untuk mengetahui dan menghadapi orang insecure itu secara efisien?
Pertama, aktifkan pola pikir detektif Anda dan segera taksir besarnya masalah dengan orang insecure itu. Hitung interaksi yang Anda lakukan dengan dia. Seberapa banyak yang buruk? Apakah semua? Setengahnya? Kurang dari sepertiga? Dari sini, Anda bisa menjawab pertanyaan terpenting: seberapa besar masalahnya? Jika Anda memiliki lebih banyak interaksi yang baik daripada yang buruk, mungkin orang tersebut tidak terlalu toksik.
Kemudian, identifikasi penyebab masalahnya. Pikirkan interaksi negatif yang Anda pernah alami dengan dia. Topik apa yang cenderung membuat dia insecure? Bagaimana Anda mengekspresikan diri dalam masing-masing situasi ini? Lalu, pikirkan tentang interaksi yang baik. Apa perbedaannya?
Kalau sudah tahu penyebabnya, kembangkan sikap kasih yang tulus. Utamakan pikiran Anda untuk menampung pikiran-pikiran positif dan kepentingan terbaik dia. Salah satu pendekatannya adalah mengingatkan diri bahwa orang itu adalah sama-sama orang juga.
Jika ada kesempatan, coba berinteraksi lebih dekat. Buat pertemuan santai dengan dia, misalnya lewat rehat kopi. Pada saat relatif santai dan tak terlalu memikirkan pekerjaan, gunakan ini sebagai semacam forum untuk lebih mengenal dia.
Jika sudah terbuka hatinya, tunjukkan bahwa Anda bukan ancaman bagi dia. Ungkapkan, Anda ingin ia menganggap Anda sebagai sekutu dan bukan sebagai saingan sehingga dia aman-aman saja bersama Anda. Bila perlu, berikan pujian dan ungkapkan terima kasih, misalnya, “Saya mengagumi apa yang Anda lakukan, dan saya senang untuk terus belajar dari Anda.”
Jika dia sudah merasa secure, maka sudah waktunya Andakembali membawa dia ke urusan bisnis sehari-hari sehingga dia meraaa aman, tenang, dan siap menghadapi segala tantangan pekerjaan.