Mungkinkah Rusia-Ukraina Jadi Perang Nuklir?

mepnews.id – Konflik antara Rusia dan Ukraina sudah pecah menjadi perang terbuka. Tidak seperti konflik di daerah lain, peperangan ini melibatkan dua negara bertetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir. Intensitas ketegangan makin naik karena negara-negara nuklir lain juga bisa terseret ke konflik ini. Setidaknya lewat kemungkinan turut campurnya NATO yang melibatkan Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa Barat.

Dr Intan I. Soeparna.

Dr Intan I. Soeparna, pakar Hukum Nuklir Uiversitas Airlangga, menyebut bukan tidak mungkin Rusia menggunakan senjata nuklir. Terkait hukum internasional, Rusia tidak menandatangani atau meratifikasi Treaty Prohibition of Nuclear Weapon (TPNW) sehingga tidak terikat pada norma dalam traktat tersebut. Meski demikian, Presiden Vladimir Putin mengatakan penggunaan senjata nuklir adalah ‘opsi terakhir’ apabila negosiasi tidak membuahkan kata sepakat.

“Hukum nuklir di TPNW mewajibkan negara yang meratifikasi untuk tidak memiliki senjata nuklir, mendorong atau mendesak negara bukan anggota TPNW untuk tidak menggunakan senjata nuklir, membantu korban perang nuklir dan membantu pemulihan lingkungan akibat perang nuklir. Konsep ‘mendorong’ atau ‘mendesak’ ini dapat dilakukan dengan retaliasi dalam lingkup geopolitik, ekonomi atau hubungan diplomatik dengan Rusia,” ujar alumni Vrije Universiteit Brussel itu.

Menurut Intan, pencegahan eskalasi menuju perang nuklir bisa dilihat dari seberapa kuat perlawanan Ukraina dan desakan dari dunia internasional. Desakan melalui retaliasi ekonomi, no-fly zone wilayah Rusia atau pemutusan hubungan diplomasi adalah opsi yang paling mungkin dilakukan untuk mencegah eskalasi Rusia dalam menggunakan senjata nuklir.

“Efektivitas hukum internasional kurang bisa didapatkan bila hanya mendesak resolusi pencegahan perang nuklir melalui Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Dalam konteks ini, ada kemungkinan besar itu diveto oleh Rusia,” kata fellow researcher Center for Private and Economic Law Vrije Universiteit Brussels itu.

Perang nuklir memiliki konsekuensi pelanggaran semua hukum internasional, terutama hukum humaniter dan hukum HAM internasional. Ada kemungkinan Rusia dapat diseret ke International Court of Justice (ICJ), namun hal ini tidak mudah. Posisi Rusia kuat di ranah ini. Untuk beracara di ICJ, perlu persetujuan Rusia. Efektivitas putusan ICJ ada di tangan DK PBB yang Rusia punya hak veto. Maka, solusi terbaik atas konsekuensi hukum perang nuklir adalah Rusia diadili di European Court of Human Rights (ECHR) karena Rusia adalah anggota European Convention of Human Rights.

“Jadi, pencegahan penggunaan nuklir sangat bergantung pada keberhasilan desakan negara lain dan rakyat Rusia sendiri. Sementara, Rusia terutama Presiden Putin harus mempertimbangkan konsekuensi dari perang nuklir. Konsekuensinya dapat berupa berbagai retaliasi ekonomi dan politik dari western block. Selain konsekuensi lingkungan (radiasi nuclear blast dapat mencapai wilayah Russia sendiri, yakni di Crimea), konsekuensi pelanggaran HAM mungkin akan menjadi alasan politik rakyat Rusia yang tidak mendukung Putin untuk menyeret Putin ke ECHR,” kata Dr Intan. (*)

 

Facebook Comments

Comments are closed.