mepnews.id – Jika bisa melakukan deteksi dini terhadap pasien yang terinfeksi COVID-19, kita bakal mampu memutus rantai penyebaran virus lebih cepat. Maka, tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) membuat elBicare Cough Analyzer. Alat diagnosis kesehatan ini dapat melakukan pemetaan COVID-19 melalui batuk berdasarkan suara paru-paru.
Tim ini diketuai Dr Dhany Arifianto ST MEng dosen Departemen Teknik Fisika ITS, dengan anggota tiga mahasiswa ITS jenjang sarjana (S-1), dua mahasiswa ITS jenjang magister (S-2), dan tiga dokter (salah satunya spesialis paru) dari Universitas Airlangga (Unair).
Mereka berhasil merancang alat kesehatan yang mampu mendeteksi penderita tanpa harus kontak langsung. ElBicare Cough Analyzer yang diimplementasikan di rumah sakit bisa memberikan perlindungan awal bagi tenaga kesehatan yang rentan tertular virus dari pasien.
Dhany menjelaskan, elBicare Cough Analyzer dilengkapi mikrofon bersensor tipis dan kecil untuk menangkap suara di sekitar alat. Suara yang masuk dianalisis apakah termasuk suara batuk atau bukan oleh algoritma pada prosesor yang telah dirangkai tim peneliti. “Daya jangkau tangkapan suara mencapai 10 meter,” tambah Kepala Pusat Penelitian Internet of Things dan Teknologi Pertahanan ITS ini.
Suara batuk akan diklasifikasikan lagi ke dalam dua kategori; yang terindikasi COVID-19 dan non COVID-19. Batuk yang dikategorikan non COVID-19 pun dideteksi lagi penyebabnya. Apakah batuk normal, batuk gejala tuberkulosis (TBC), bronkitis, atau gejala lainnya. Data pengolompokan batuk non Covid-19 sendiri didapatkan melalui penelitian mandiri tim. Data batuk gejala COVID-19
didapatkan melalui penelitian bekerja sama dengan University of Cambridge, Inggris.
“Pengelompokan ini didasarkan pada penyesuaian frekuensi, amplitudo, dan komponen harmonik suara paru-paru,” papar dosen yang studi magister dan doktoral di Tokyo Institute of Technology ini. “Maka, inovasi ini tak hanya dikembangkan untuk menangani pandemi COVID, namun juga untuk penyakit pernapasan menular lainnya.”
Hasil analisis elBicare Cough Analyzer terhadap penyebab batuk akan tersimpan dan terintegrasi otomatis kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth. Ke depan, tim akan mengembangkan distribusi data menggunakan wi-fi. “elBicare Cough Analyzer mampu bertahan selama 20 jam penggunaan terus-menerus,” ungkap lelaki kelahiran Pangkalan Brandan ini.
“Penelitian alat ini memakan waktu hampir dua tahun yang pengujiannya dilakukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA),” terang alumnus ITS angkatan 1992 ini.
Dalam penelitian ini, Dhany sempat melalui beberapa kendala. Salah satunya ialah sulitnya mencari mahasiswa maupun tenaga ahli di ITS yang tertarik dalam pengerjaan hardware alat. Dhany mengungkapkan, saat ini bidang software lebih diminati dibandingkan bidang hardware.
“Kendala lain ialah sulit mendapat pasien COVID-19 untuk melakukan uji coba alat,” ucap Kepala Laboratorium Vibrasi dan Akustik, Departemen Teknik Fisika ITS ini.
Dhany berharap elBicare Cough Analyzer membawa kebermanfaatan bagi masyarakat Indonesia, serta dapat memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan akurat dengan harga lebih ekonomis. “Kami juga berharap mahasiswa dapat terlibat aktif dalam penelitian kolaboratif seperti ini,” tutupnya. (Frecia Elrivia Mardianto)