Konten Kreatif Jangan Eksploitasi Kemiskinan

mepnews.id – Kisah kemiskinan sering dijadikan sumber konten yang disuguhkan bagi masyarakat luas. Konten dengan tema ini cukup sukses menuai views dan simpati publik. Konten dengan tema kemiskinan sering jadi trending di YouTube, sehingga memancing content creator lain membuat konten serupa.

Namun, seorang pakar kajian studi media asal Universitas Airlangga memperingatkan, jika konten tentang kemiskinan diproduksi secara terus-menerus dapat membuat jurang antara si miskin dan si kaya semakin lebar akibat alienasi terhadap orang di bawah garis kemiskinan.

Prof. Rachmah Ida, pakar kajian studi media Universitas Airlangga.

“Untuk itu, content creator harus kreatif, tidak mengeksploitasi kemiskinan orang lain. Orang miskin dikomodifikasi sudah tidak kreatif, menurut saya,” kata Prof Dra Rachmah Ida MComms PhD.

Bahkan, ia menyebut itu bentuk dari poverty porn. Fokusnya adalah menunjukan penderitaan kemiskinan.

Tajuk ini sudah muncul sejak tahun 80-an, utamanya digunakan oleh lembaga penggalangan donasi dengan tujuan menggugah masyarakat untuk menyumbangkan uangnya.

“Meskipun tujuannya menggalang dana, tapi tidak harus dengan menunjukan penderitaan orang miskin. Poverty porn bisa disebut melanggar etika. Dalam kajian media, itu dikategorikan dalam konteks eksploitasi,” jelas guru besar media pertama di Indonesia tersebut.

Kemiskinan yang menimbulkan rasa iba kerap menyentuh hati kebanyakan masyarakat Indonesia untuk terus menyukai konten ini. “Rasa iba jadi trigger dalam konten poverty porn, sehingga audiens memiliki kedekatan dan merasakan posisi orang tersebut,” jelasnya.

Masyarakat lebih memilih menonton tayangan yang related dengan mereka daripada tayangan berupa pertengkaran dan tayangan politik yang tak kunjung usai. Kegemaran masyarakat membahas konten yang dinikmati menjadi salah satu faktor penyebaran konten yang ditonton.

“Setelah nonton, kita cerita ke tetangga. Ini membuat tayangan yang kita tonton menjadi source of talk atau sumber pembicaraan,” sebutnya. “Maka, konsumen media harusnya mampu melihat bahwa yang dilakukan content creator kadang kurang bijaksana.”

Ida menyampaikan, konten yang kreatif seharusnya menciptakan empowerment dan dapat menunjukan dampak dalam keberlangsungan hidup. “Content creator harus memiliki sense of crisis. Tidak hanya membangkitkan simpati namun juga empati. Bagi penikmat media, konten juga seharusnya tidak dijadikan orientasi, namun sebagai pembelajaran. Ingat, sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang lain.”

Facebook Comments

Comments are closed.