Orang Tua, Guru Sepanjang Waktu

Oleh: Heni Murawi
mepnews.id – 
Setiap orang yang berumahahtangga tentu mendambakan menjadi orang tua yang berhasil menghantarkan anak-anak menjadi insan mulya dan berguna pada masanya. Berbahagialah pasangan yang diamanahi anak-anak untuk diasuh. Tak hanya menjadi ‘team work’ penentu kelanggengan keberadaan spesies manusia beradab, pengasuhan (sekaligus pendidikan) yang dilakukan orang tua merupakan persiapan generasi pemilik negeri di kemudian hari. Bukankan anak-anak hari ini adalah pemilik masa depan pada 100 tahun Republik Indonesia?

Secara umum, tujuan pengasuhan anak adalah sama. Untuk membesarkan anak-anak agat dapat menyesuaikan diri dengan baik dalam setiap perkembangannya, dapat menempatkan/mengatur diri di mana pun berada, cerdas secara spiritual dan emosional, serta menunjukkan perilaku membaur dan bermanfaat bagi orang lain.

Dari zaman ke zaman, tantangan dalam pengasuhan anak selalu ada.  Tentu bentuk dan macamnya sesuai zaman. Menjadi orang tua tidaklah serta merta dikatakan sudah berada pada posisis siap untuk mengasuh dan mendidik anak-anak. Karena pengasuhan anak tidak dapat seratus prosen menggunakan cara pengasuhan orang tua kita di masa lalu. Sekali lagi, zaman demikian pesat berubah.  Pun juga tidak dapat dilakukan dengan rumus coba-coba, karena anak bukan materi percobaan.

Faktor-faktor potensi, bakat dan kemampuan bawaan anak, akan mendasari sifat dan watak anak. Ada anak yang terlahir pintar, bersahabat, ramah, periang, lincah, mudah bergaul, periang, dan bersifat terbuka pada sekitarnya.  Atau sebaliknya; pendiam, pemikir, pemurung, dan lain sebagainya.

Menerima dan mengasuh anak hanya bersandar pada  faktor bawaannya akan membelenggu orang tua pada pola tertentu yakni mengikuti bawaan anak saja.  Beruntung jika bawaan tersebut sesuai dengan zaman dan lingkungan anak.  Jika tidak,  maka kewajiban orang tua untuk mempersiapkan dan melatih anak-anak mampu mengatasi situasi dan kondisi zamannya nanti. Orang tua tak boleh hanya bersandar  pada faktor potensi dan bakat bersifat bawaan saja.  Tapi harus mempersiapkan anak-anaknya dengan keterampilan hidup (lifeskill) agar tangkas dan terampil berselancar pada gelombang kehidupan masa depan.

Berdasarkan beberapa penelitian mutakhir, faktor bawaan anak  tidak akan bersifat menetap atau tidak bisa diubah.  Dengan pengasuhan merujuk pada konsep–konsep terbaru yang tepat dan sesuai kondisi zaman, anak dapat dibimbing serta diarahkan  jadi ‘aktor’ yang membintangi masa depan dengan baik.
Persiapan Masa Depan 

Anak yang kita asuh merupakan pribadi yang memiliki hati dan fikiran serta diri mereka sendiri.  Pada saatnya, mereka punya masa dan zamannya sendiri. Zaman yang belum tentu teralami oleh orang tuanya sehingga tidak tahu tantangan seperti apa yang akan dihadapi anak-anak. Oleh karena itu, mengasuh dan mendidik anak memerlukan ilmu  dan seni terkini yang mumpuni agar anak siap menghadapinya.

Contohnya era disrupsi teknologi  sekarang ini. Bukan saja perkembangan  industri 4.0 tapi juga kondisi pandemi COVID-19 menuntut para orang tua melakukan loncatan pola pikir dan perilaku pengasuhan yang berbeda. Termasuk bagaimana orang tua harus lebih bersinergi dengan pihak lain yang selama ini bekerja sama dalam pengasuhan anak, seperti sekolah saat dilaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dalam bentuk Belajar Dari Rumah (BDR) tempo hari.

Orang tua sebagai pendidik informal sama halnya dengan para pendidik pada lembaga pendidikan formal yang disebut  guru atau pengajar  serta para tutor pada pendidikan nonformal. Orang tua juga harus selalu upgrade pemahaman, pengetahuan dan keterampilan pengasuhan dan pendidikan.

Merujuk Pendidikan abad 21 yang menggambarkan Profil Pelajar Pancasila sebagai tujuan pembentukkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia masa depan, orang tua berkontribusi penting mewujudkan enam gambaran pribadi yang dimaksud, yakni; Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak mulya, Berkebinekaan Global, Gotong royong, Mandiri, Bernalar Kritis dan Kreatif

Untuk mewujudkannya, tidak cukup anak-anak kita hanya memiliki bawaan otak cerdas dan kepatuhan yang absolut. Anak-anak harus dibekali dengan keterampilan abad 21 yang diharapkan akan menjadi ‘senjata’ baginya untuk hidup di masa depan. Keempat keterampilan tersebut terdiri dari 4C, yakni :

  1. Critical Thinking (Berfikir Kritis)
    Berpikir kritis secara esensial adalah proses aktif di mana seseorang memikirkan berbagai hal secara mendalam, mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri, menemukan informasi yang relevan untuk diri sendiri daripada menerima berbagai hal dari orang lain (John Dewey).
    Pola pikir kritis perlu diterapkan agar anak dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Keterampilan ini melatih diri anak untuk mencari kebenaran dari setiap informasi yang didapatkannya yang sangat diperlukan untuk mengatasi dampak negatif dari akses informasi tak terbatas di abad ke-21.
  2. Creativity (Berfikir Kreatif)
    Lawrence menyatakan kreativitas merupakan ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna dan dapat dimengerti. Bentuk kreativitas tidak hanya dalam penciptaan benda nyata, tapi juga segala hal pemikiran yang out ff the box dan dirasakan kemanfaatannya. Anak-anak yang terlatih memiliki kreativitas tinggi akan terbiasa melihat permasalahan dari banyak sisi, sehingga memiliki banyak solusi untuk memecahkan masalah tersebut kapan pun.
  3. Collaboration (Kolaborasi)
    Aktivitas kerjasama bukan hal yang aneh dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial. Tapi, sejalan perkembangan teknologi saat ini, banyak anak terjebak pada kehidupan serba sendiri dan minim berinteraksi dengan orang lain. Orang tua dapat kembali melatih anak berkolaborasi melalui interaksi sosial di dalam maupun di luar rumah,  sehingga terjadi pembelajaran kerja sama  penuh makna anak dengan anggota keluarga lain. Anak dibiasakan terlibat dalam pekerjaan rumah tangga sehari-hati untuk mengajarkan kolaborasi dalam rumah.  Dengan cara ini anak akan saling menghargai kontribusi semua anggota keluarga.
  4. Communication (Komunikasi).
    Komunikasi merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dilakukan oleh setiap orang dalam lingkup apa pun, di mana pun, dan kapan pun. Semua orang membutuhkan keterampilan ini, karena dengan komunikasi kebutuhan kita terpenuhi.
    Sejauh ini, bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif. Bahasa yang digunakan anak dalam berkomunikasi akan memberikan dampak pada anak itu sendiri. Penggunaan bahasa yang tidak baik akan membawa dampak negatif. Begitu pula penggunaan kata yang baik akan berdampak positif pada anak. Anak harus cakap dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan melalui teknologi seperti saat ini.

Keempat keterampilan di atas, seperti juga keterampilan-keterampilan lainnya, dapat dilatih dan ditingkatkan dari waktu ke waktu dengan stimulasi yang tepat dan bimbingan orang tua.

Masa kanak-kanak adalah usia yang paling tepat untuk mengembangkan semua keterampilan itu. Masa Emas adalah masa peka anak untuk mendapatkan rangsangan-rangsangan yang berkaitan dengan intelektual, sosial, emosi maupun bahasa.

Rumah adalah sekolah tanpa batas jadwal belajar pelaksanaannya. Keberadaan orang tua sebagai guru juga tak dibelenggu waktu. Jadi, belajar keterampilan berfikir kritis, kreativitas, kolaborasi, komunikasi dapat dilakukan kapan saja. Tempat pun tak terbatas di rumah, tapi juga di sekitar rumah, tetangga, lingkungan dan lain-lain.

Untuk membantu orang tua menyesuaikan pola pembelajarannya, orang tua dapat mengikuti informasi-informasi pendidikan terkini dengan mudah melalui internet. Orang tua perlu tahu tema-tema  kegiatan belajar dan permainan anak yang akan mengasah keempat keterampilan di atas serta perlu tahu prediksi pekerjaan yang akan menjadi garapan anak-anaknya generasi Z mendatang.

Kalau istilah anak sekarang, orang tua harus update, jangan menjadi pribadi yang kudet (kurang update).

Wallahu’alam.

 

  • Penulis adalah aktivis literasi dan pendidikan kemasyarakatan yang tinggal di Bandung.

Facebook Comments

Comments are closed.