mepnews.id – Statistik COVID-19 di Indonesia masih mengkahwatirkan. Di media sosial maupun mainstream, banyak kabar sedih terkait pandemi. Grup WA, toa masjid, obrolan di halaman, juga berisi kabar menyedihkan. Setiap hari, ada kabar sakit atau kematian orang-orang yang dikenal. Selain kabar yang sungguhan, bertebaran juga informasi hoaks yang memperkeruh situasi.
Untuk itu, Tri Kurniati Ambarini MPsi dosen Fakultas Psikolog Universitas Airlangga mengajak masyarakat mampu mengelola stres. Saat menjadi pembicara webinar series yang diselenggarakan UP PJB Gresik pada 15 Juli 2021, Rini mengajak masyarakat sama-sama menghadapi kecemasan.
Dosen ahli bidang klinis dan kesehatan mental itu mengawali webinar dengan memberikan survey kepada audiens. Peserta yang hadir menuliskan gejala stres yang mereka alami saat pandemi. Rata-rata wujud stressnya adalah pusing dan cemas. Stimulus yang memicu stres peserta umumnya pekerjaan.
Saat meninjau hasil survey tersebut, Rini mengatakan pekerjaan memang sangat menyita waktu dan tenaga pada responden usia produktif. Ini menjadi alasan stress sering bermula dari pekerjaan.
Lalu, Rini memberikan tips untuk orang yang mengalami stres. Pertama, tenangkan diri. Kedua, alihkan perhatian untuk sementara. Lalu, bantu diri menoleransi kesulitan atau kesusahan.
Rini menyampaikan, “Setiap orang memiliki kadar kesedihan yang berbeda. Misalnya, ada teman kita merasa sedih setelah kematian orang yang dicintainya. Kita tidak perlu sad block dengan mengucapkan ‘udah engga perlu sedih’. Mereka sebenarnya sedang menghargai arti kehilangan. Sama halnya dengan anak kecil yang kehilangan barang kemudian menangis.”
Karena itu, Rini menyerankan lebih baik kita memberikan waktu kepada seseorang yang baru saja kehilangan untuk bersedih. Kemudian, kita mengajaknya melakukan aktivitas positif yang mereka sukai.
Rini juga menunjukkan strategi saat menghadapi rasa marah. Cara yang sehat ialah dengan menenangkan diri sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin disesali.
Lantas, kapan mesti mendatangi psikolog saat merasa stres? Waktu yang tepat yaitu saat rasa sedihnya berlarut hingga menurunkan fungsi otak yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain datang ke profesional, Rini juga merekomendasikan tempat lain.
“Jika tidak punya akses ke profesional, tidak apa-apa. Pilih saja orang yang dianggap bisa memberikan energi positif. Selain itu bisa juga diarahkan ke hal-hal ibadah,” terangnya.
Lalu, hal yang bisa dilakukan sebagai orang pemberi energi positif adalah mendengarkan curahan hati orang yang bersedih tadi.
“Dengarkan apa yang mereka rasakan. Ketika orang stres hanya mau didengar, sebetulnya mereka sudah tahu apa yang akan dilakukan. Tetapi mereka butuh validasi atas apa yang akan dilakukannya dan bantu mengeluarkan emosi negatifnya,” jelas Rini.
Menyoal pandemi, Rini juga memberikan arahan bagi audiens yang sudah melakukan upaya untuk taat protokol kesehatan dan mengingatkan sekelilingnya, namun justru mendapat respons yang seakan bertolak belakang.
“Ada yang panic buying, ada yang tidak taat prokes dan lain-lain. Orang-orang punya cara masing-masing dalam menenangkan pandemi. Jangan-jangan, ketika kita mengingatkan makin menambah stressor bagi mereka. Jadi, jika masih ada kesempatan, ajak diskusi saja. Jika tidak bisa, maka hanya doa sebagai bentuk ikhtiarnya,” tutupnya. (*)