mepnews.id – Pasien COVID-19 harus menghadapi masalah kesehatan ganda. Saat sakit, mereka harus berjuang melawan infeksi yang menyerang fisik mereka. Setelah sembuh, banyak dari mereka menghadapi berbagai problem psikologis. Problem psikologis ini bervariasi, dari yang ringan sampai berat.
Dian Kartika Amelia Arbi, M.Psi., Psikolog menjelaskan, beberapa gangguan terkait kesehatan mental setelah individu menjalani pengobatan COVID-19 antara lain kesulitan tidur, permasalahan kognitif penurunan kemampuan berkonsentrasi dan penurunan kemampuan mengingat, gangguan kecemasan, gangguan mood seperti depresi, serta demensia. Banyak aspek psikososial pada masa pandemi yang turut menjadi stressor baru bagi penyintas, antara lain kebijakan social and physical distancing serta isolasi pasien.
“Terpapar COVID-19 sendiri sudah merupakan traumatic event bagi individu. Kejadian traumatis ini langsung mempengaruhi kesehatan mental mereka. Stigma-stigma di masyarakat terkait penyintas juga turut menjadi stressor bagi mereka,” ujarnya pada wawancara via telepon, 5 Mei 2021.
“Dari aspek neurologis, ada respon peradangan pada tubuh kita akibat infeksi virus. Itu memengaruhi sistem neurologis yang pada akhirnya menyebabkan demensia. Tapi, bagaimana mekanisme berjalannya, ini masih dalam penelitian lebih lanjut,” lanjut salah satu dosen di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ini.
“Untuk tentang treatment atau intervensi, yang penting adalah asesmen dan diagnosisnya dulu. Jadi, treatment-nya menyesuaikan dengan keluhan, hasil asesmen, dan diagnosis. Ada atau tidaknya riwayat kesehatan mental terdahulu juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental penyintas saat ini,” ungkap Dian.
Dalam situasi pandemi sekarang, banyak layanan psikologi berbasis daring yang dapat diakses para penyintas. Pada layanan-layanan tersebut, akan ada psikolog atau ilmuwan psikologi yang stand by untuk melayani konseling secara daring.
“Kantor Staf Kepresidenan RI (KSP) bekerja sama dengan HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) sebenarnya memiliki layanan Sejiwa (Sehat Jiwa, Red) yang bisa diakses masyarakat secara gratis di hotline 119 ext 8,” jelasnya.
“Kalau di Unair, ada UPP (Unit Pelayanan Psikologi) yang berada di bawah Fakultas Psikologi. UPP ini melayani konseling secara daring. Beberapa rumah sakit juga ada yang menyediakan layanan konseling dengan psikolog atau psikiater juga secara daring,” lanjut Dian.
Tingginya stigma terkait penyintas merupakan hambatan utama pemberian treatment psikologis kepada mereka. “Pada akhirnya, penyintas akan menyembunyikan identitas mereka. Ini mempengaruhi motivasi mereka untuk mendapatkan pertolongan entah itu layanan kesehatan mental atau layanan kesehatan lainnya,” ujarnya.
“Sebenarnya, edukasi mengenai stigma (penyintas COVID-19) ini penting dilakukan. Ini agar pengobatan fisik maupun mental bisa berjalan. Jadi, masyarakat maupun penyintas tidak ragu lagi mencari akses layanan kesehatan mental,” kata Dian. (*)