Umbu, Guru Pembuka Kemungkinan

Oleh: Moh. Husen

mepnews.id – Yang mahal dari seorang mahaguru puisi seperti Umbu Landu Paranggi, menurut saya, adalah berhasil membuka cakrawala kemungkinan-kemungkinan kepada para muridnya.

Cakrawala kemungkinan-kemungkinan itu terbuka lebar terutama bagi para penyair. Daya imajinasi para penyair begitu tinggi. Bahkan tak jarang imajinasi liar para penyair itu sering sekali menembus batas-batas rasionalitas lazimnya manusia.

Imajinasi-imajinasi liar itu cocoknya memang dibuat puisi. Tak perlu ngurus mengenai pembuktian. Kalau para penyair berpuisi: “Aku ingin terbang ke bulan…” Kemudian manusia baru terbukti dan diakui bisa benar-benar terbang ke bulan setelah satu juta tahun puisi itu dibuat, ya tidak apa-apa.

Artinya pada hari pertama peluncuran puisi tersebut, pembuktiannya tidak ada. Semua orang menyebutnya hayalan belaka. Dan itu tidak apa-apa. Tidak perlu dibuktikan. Ngarang cerpen, monggo. Ngarang puisi, monggo. Yang terpenting semua imaji para sastrawan itu dicatat atau diingat minimal oleh penulisnya sendiri.

Sekarang ini adakah di antara kita yang berpuisi: “Aku ingin terbang ke bulan”, “aku ingin hidup abadi”, “berjalan kaki di atas awan”, “menggenggam bara api”, “menghirup samudera”, “menghantam badai”, “menjala angin”, “memukul gunung”, “memakan besi”, “bersimpuh di kaki Tuhan”, “bercanda dengan bidadari”, “menyapa malaikat”, “diskusi dengan setan”, dan lain-lain?

Puisi-puisi tersebut kapan-kapan bisa kita teliti bersama sambil ngopi-ngopi bahwa apakah yang ia tuturkan itu selaras dengan Kitab Suci, Hadits Nabi, kisah-kisah para wali, kejadian-kejadian lampau kakek nenek di Jawa, Cina, Tibet, India, Mesir, ataukah akan terjadi milayaran juta tahun kelak, ataukah tidak akan pernah terjadi sama sekali.

Emha Ainun Nadjib, selaku salah satu murid Umbu, sering bercerita dalam berbagai acara maiyahan bahwa Umbu sering mengajak para muridnya jalan kaki malam hari puluhan kilometer di Yogya. Benar-benar jalan kaki. Tanpa sepatah katapun. Hanya jalan. Terkadang Umbu hanya ngajak ngopi tanpa ngajak ngomong dari jam 8 malam hingga jam 4 dini hari.

Di situ lah menurut saya, Umbu tanpa perlu menyampaikannya secara verbal sedang membuka cakrawala imajinasi para muridnya. Umbu membuka peluang kemungkinan-kemungkinan yang mestinya tidak boleh mati atau dihalangi dalam diri fikiran dan hati manusia karena bisa jadi berbagai pergulatan kemungkinan yang berkecamuk dalam diri manusia itu merupakan produk informasi dari Tuhan secara orisinil.

Kini, Presiden Malioboro alias Umbu Landu Paranggi kelahiran 10 Agustus 1943 itu, telah pergi meninggalkan kita semua pada 6 April 2021 di Rumah Sakit Bali Mandara. Selamat jalan Eyang Umbu. Kami para anak cucu pembelajarmu secara sunyi senantiasa mendoakanmu dan mencintaimu selalu.

(Banyuwangi, 10 April 2021)

Facebook Comments

Comments are closed.