MEPNews.id – Akibat bencana gempa bumi di Kabupaten Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), 14-15 Januari 2021, 2.000-an orang terpaksa mengungsi ke tempat lebih aman. Menyikapi kejadian tersebut, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Tanggap Bencana melalui mitra lokal Baitul Maal Hidayatullah (BMH) serta relawan lain mengirimkan bantuan kebutuhan logistik untuk para pengungsi korban gempa bumi.
ITS Tanggap Bencana kembali menggandeng BMH dalam misi kemanusiaan di Majene dan Mamuju untuk pengiriman bantuan ke Sulbar pada Sabtu 16 Januari. Ini merupakan kali ketiga kerja sama, setelah pengiriman untuk korban gempa di Halmahera Selatan pada Agustus 2019 dan korban banjir Masamba di Sulawesi Selatan pada Juli 2020.
Kepala Subdirektorat Pengabdian kepada Masyarakat ITS, Lalu Muhamad Jaelani ST MSc PhD, menuturkan delapan relawan telah dikirim dengan membawa bantuan pertama berupa dua genset, terpal untuk tenda, tikar dan senter. “Juga kelengkapan kesehatan seperti APD (Alat Pelindung Diri, red), suplemen, vitamin dan obat-obatan,” ungkap Lalu.
Kali ini, format bantuan bencana alam berbeda dengan sebelumnya. Tim yang diberangkatkan tidak harus dari tim sendiri, namun memanfaatkan jaringan lokal di lokasi bencana, yakni di wilayah Makassar. Dengan demikian, prosesnya sangat efisien dan lebih aman. “Begitu terjadi bencana, bantuan sudah bisa masuk lokasi satu hari setelahnya,” jelas peneliti sekaligus dosen Departemen Teknik Geomatika ITS ini.
Berangkat pada 11.00 WITA, tim relawan sampai di Desa Mekkatta, Malunda, Majene pukul 00.30 WITA dan langsung mendirikan posko untuk penyerahan bantuan. Bentuk bantuan berupa makanan siap saji, perlengkapan bayi dan obat-obatan. “Menurut laporan, di daerah tersebut makanan, tenda dan obat-obatan menjadi kebutuhan mendesak,” ungkap lelaki asal Lombok ini.
Menyampaikan laporan Koordinator Lapangan Aksi Peduli Bencana Nusantara BMH Syamsuddin, Lalu juga menerangkan para pengungsi yang terdiri dari 42 Kepala Keluarga (KK) ini menempati kebun milik warga di daerah pegunungan. Lokasi pengungsian yang sulit dijangkau ini menjadi salah satu faktor belum banyaknya bantuan yang sampai. “Berdasar keterangan relawan, akses jalan ke lokasi juga cukup ekstrem, berlubang, berbatu dan licin, mengingat selalu turun hujan,” tuturnya.
Secara psikis, para pengungsi di daerah tersebut banyak yang mengalami trauma dan tidak berani kembali ke rumah. Berdasar hasil assessment tim relawan, Kecamatan Melunda merupakan titik terdampak paling parah dari musibah ini. “Rumah warga banyak yang rusak. Tidak sedikit bangunan hancur terkena getaran gempa berkekuatan 6,2 Skala Richter ini,” ujarnya.
Hal tidak jauh berbeda didapati sebagian dari tim relawan ITS-BMH lain ketika sampai di lokasi kedua, yakni Dusun Salutalawar, Mamuju, Senin (18/1). Dari total 151 pengungsi, banyak yang merupakan anak-anak, bayi, dan orang tua. Di Majene dan Mamuju, tidak sedikit dari para pengungsi yang terluka akibat reruntuhan bangunan. “Korban luka ini belum mendapat bantuan medis,” imbuhnya.
Selain memberikan bantuan logistik dan kebutuhan sehari-hari, tim relawan juga turut mendirikan dapur umum di kedua lokasi posko yang dikunjungi. Tidak hanya bagi para pengungsi desa setempat, dapur umum ini juga memungkinkan untuk dimanfaatkan pengungsi dari desa sekitarnya. “Mudah-mudahan dapat meringankan masalah para pengungsi di sana,” kata Lalu.