Tiga Generasi Alat Rehab Medik untuk Stroke

MEPNews.id – Exoskeleton adalah alat rehabilitas medik yang dipasang di bagian tubuh untuk meningkatkan kemampuan. Berawal dari kehidupan pasien stroke yang harus rehabilitas medik di rumah sakit dengan bantuan perawat melatih gerakan menggunakan alat yang ada dan akomodasi yang membutuhkan banyak waktu dan biaya, dr I Putu Alit Pawana Sp.KFR dan Dr Riries R, ST. MT. bersama tim bekerja sama dengan rumah sakit Dr. Soetomo, menemukan alat  exoskeleton rehab medik.

Putu Alit Pawana adalah dokter konsultan dan dosen Universitas Airlangga. Riries adalah ketua tim penelitian bersama tim antara lain Akif Rahmatillah, S.T, M.T., Osmalina Nur Rahma, S.T, M.Si., dan Alfian Pramudita, S.T., M.Sc.

Riries R,ST. MT. ketua Tim penelitian alat exoskeleton rehab medik di departemen Fisika Unair.

Riries menjelaskan, alat exoskeleton rehab medik ini untuk melatih anggota gerak yang disfungsi akibat stroke. Anggota tubuh gerak yang jadi fokus utama adalah bagian lengan. Sebagian besar masalah stroke pasien memiliki disfungsi pada anggota gerak tersebut.

“Exoskeleton itu berbasis robotik. Kami mencoba mengaplikasikan pada medis terutama pada rehab medik,” kata Riries di Departemen Fisika Unair, Selasa 28 November 2020.

Alat rehab yang telah diteliti dari tahun 2018 tersebut telah memiliki tiga generasi dengan pengembangan berkelanjutan. Generasi pertama masih manual dengan bantuan dokter maupun perawat untuk pengaturan alat. Generasi kedua sudah lebih otomatis dengan variasi gerakan yang lebih banyak dengan memanfaatkan rentang jarak. “Jadi, ada empat dof. Lengan dapat bergerak dari bawah naik turun, kemudian dari gerak samping naik turun juga. Kemudian juga gerak bahu,” kata salah satu dosen Fisika Unair tersebut.

Tahun 2020, generasi ketiga berhasil diciptakan dengan mengembangkan alat yang terfokus lebih ke kontrol sistem yang digunakan. Ada juga karakterisasi model sinyal otot terhadap macam gerakan yang ada.

“Masing-masing kondisi otot pasien berbeda. Walaupun mungkin level strokenya sama, tapi kondisi ototnya bisa berbeda. Nah, ini kami coba hubungkan. Kami buat otomatis. Jadi, semisal Sensor EMG (Elektromiografi, Red) membaca kondisi otot dengan karakter tertentu, alat bisa mengukur sampai seberapa derajat gerakan yang diperlukan bagi terapi pasien,” jelasnya.

Alat yang bersifat statis ini memiliki bahan berbeda dari ketiga generasinya. Generasi pertama masih menggunakan bahan polipropilen. Diketahui, saat melakukan kegiatan, ada bagian yang patah. Polipropilen ini bersifat rapuh. Nah, generasi kedua dan ketiga menggunakan bahan aluminium. Dengan desain simpel, alat ini dapat dengan mudah dan nyaman digunakan pasien.

“Targetnya memang belum ke arah mobile. Ini masih berada di klinik kesehatan atau di rumah sakit dan rehab pusat. Alat ini tergolong lebih murah daripada alat serupa yang impor. Desain lebih simpel,” tambahnya.

Riries mengungkapkan, penelitian alat robot itu telah didaftarkan hak paten agar kelak dapat dengan mudah memperbanyak produksi. Penelitian juga telah bekerja sama dengan tim rehab medis Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) untuk uji coba alat kepada pasien. “Hak patennya sudah uji substansi, nomor sudah keluar,” terangnya.

“Alat ini sudah diujikan. Ada pasien yang dua tahun tidak dapat menggerakkan lengannya. Setelah diterapi dengan Hand Exoskeleton, ada beberapa perubahan. Pasien mulai bisa menggerakkan. Bahkan, alatnya ingin ia bawa pulang,” tambahnya.

Dengan adanya penelitian itu diharapkan bisa membantu dunia kesehatan terutama pada pasien. Dengan diproduksi missal bisa mengurangi biaya pasien dan membantu rumah sakit dalam rehab medik lebih efisien. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.