MEPNews.id – Membudidayakan jamur tiram butuh penjagaan kondisi ekosistem tertentu. Dulu, optimalisasi ekosistem ini cukup sulit dijaga. Maka, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Lila Yuwana SSi MSi bersama tim pengabdian masyarakat (Abmas) dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) menciptakan desain sistem untuk otomasi kelembaban dan suhu budidaya jamur tiram.
Proyek dilaksanakan di Desa Selorejo, Jombang, dalam KKN yang dijadwalkan berlangsung hingga 10 Desember 2020. Desa Selorejo memiliki kegiatan produksi mebel yang banyak menghasilkan limbah kayu jati. Kondisi ini dimanfaatkan Tim KKN ITS untuk mengusahakan budidaya jamur tiram di Desa Selorejo sejak 2019.
Untuk lebih meningkatkan kegiatan budidaya jamur tiram, Lila berpikir membangun sistem yang membantu mempermudah masyarakat dalam mengelola jamurnya. Jamur tiram akan tumbuh optimal jika berada di lingkungan dengan suhu kamar (27-28 derajat Celcius). Untuk menjaga ekosistem tetap pada kisaran suhu tersebut diperlukan monitor secara berkala yang cukup merepotkan petani jamur tiram.
”Agar hasil panen optimal dan bernilai jual tinggi, diperlukan inovasi berupa sistem otomasi kelembaban dan suhu dalam proses budidaya jamur tiram,” jelas Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam ITS ini.
Pada sistem yang dibangun Lila beserta tim terdapat tiga jenis penyiraman untuk menjaga suhu ekosistem. Pertama, penyiraman yang terintegrasi dengan sensor kelembaban dan suhu. Ketika ekosistem tidak dalam kondisi ideal bagi jamur tiram, penyiram otomatis menyiramkan air dalam bentuk kabut agar seluruh ruangan kembali ke suhu kamar.
Kedua, penyemprotan berbasis timer. Pada jenis ini penyemprotan dilakukan secara berkala sesuai timer yang sudah diatur oleh pengguna. Terakhir adalah cara manual. Petani jamur tiram bisa mengaktifkan penyemprotan jika dirasa perlu secara manual.
”Karena sistem ini sangat bergantung pada koneksi internet, maka untuk mengatasi kemungkinan jaringan buruk disediakan tombol power untuk aktivasi,” ungkap dosen Departemen Fisika ITS ini.
Selain penyemprotan terotomasi, Lila menyebutkan sistem ini dilengkapi kamera web untuk memantau jamur tiram dari jarak jauh. Tidak seperti tanaman padi yang memiliki masa panen tertentu, jamur tiram dapat dipanen kapan saja ketika sudah besar dan merekah. Jika sudah merekah tapi tidak segera dipetik, jamur tiram akan menguning dan kualitasnya tidak lagi bagus.
Untuk menjalankan fungsi penyiraman dan pengawasan pada sistem otomasi kelembaban dan suhu ini diperlukan daya listrik. Namun, kondisi lokasi rumah jamur belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Maka, perlu ditambahkan panel surya sebagai penyedia energi alternatif.
“Panel surya yang kami rancang bersifat portabel sehingga bisa dipindahkan dengan mudah. Jika butuh untuk mencari daya, panel surya dapat dikeluarkan, kemudian dimasukkan ke dalam rumah jamur seusainya,” jelas dosen yang memiliki bidang keahlian Fisika Teori ini.
Lila mengungkapkan, realisasi program KKN ini ada hal tidak terduga terkait sistem penyiraman jamur tiram. Biasanya pengelola rumah jamur menyiram jamur tiramnya dengan cara bolak-balik membawa air dari sungai terdekat. Jalur yang harus ditempuh cukup menantang dan berpotensi menyebabkan orang terpeleset.
Tim KKN mencari solusi dari pengadaan air. Lila bersama tim KKN-nya membuat sumur bor yang terintegrasi dengan sistem sehingga petani tidak perlu ada bolak-balik membawa air dari sungai. ”Tapi, hal ini berpengaruh pada penyediaan daya. Sumur bor yang dibutuhkan cukup memakan daya besar akibat jarak ke air tanah yang cukup dalam,” ujarnya.
Karena mendapatkan respon positif, Lila berniat melanjutkan pengembangan potensi jamur tiram di Desa Selorejo pada kegiatan KKN tahun 2021. Jamur tiram hasil panen saat ini masih sekadar diolah menjadi bakso jamur saja. Ke depan, Lila ingin menambah jenis olahan jamur tiram lebih variatif, membantu mengurus sertifikasi halal, hingga pembuatan merek dagang dan platform pemasaran. (ram/HUMAS ITS)