MEPNews.id – Mengantisipasi virus penyebab COVID-19, lima mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), membuat sistem pendeteksi suhu. Tim Instone ini memanfaatkan kecerdasan buatan untuk membuat TT – Techno Temperature. Ide ini diangkat dari kelemahan pengukuran suhu tubuh secara tradisional yang masih menggunakan manusia sebagai pelaksananya dan kemungkinan terjadinya kesalahan teknis dalam pendataan di lapangan.
Lukman Arif Hadianto, ketua Tim Instone, menjelaskan alasan mengapa protokol deteksi suhu seharusnya menggunakan teknologi dan bukan bukan manusia. “Pelaksanaan dengan melakukan kontak fisik dapat berpotensi membahayakan petugas. Selain itu, proses pendataan secara manual juga memperlambat identifikasi tersangka pengidap COVID-19,” paparnya.
Menurut Lukman, TT – Techno Temperature adalah sistem pengenalan pola suhu tubuh menggunakan sensor LWIR dan pengolahan citra yang terintegrasi dengan lembaga pemerintah dan rumah sakit. Teknologinya menggunakan kamera thermal Flir Lepton yang dapat mengukur suhu tubuh manusia. Kamera ini menerapkan konsep kecerdasan buatan berupa neural networking.
“Untuk penerapannya, sensor tersebut disambungkan ke aplikasi yang dapat menampilkan user interface dari hasil pembacaan sensor tersebut,” ujar mahasiswa angkatan 2017 ini.
Pemuda kelahiran 1998 ini menjelaskan, nantinya terdapat threshold atau nilai ambang batas suhu minimal yang ditentukan. Jika terdeteksi suhu tubuh di atas nilai ambang batas, maka kamera secara otomatis mengambil gambar wajah manusia dan mengirimkan data tersebut ke pengguna aplikasi ini serta membunyikan alarm untuk peringatan.
Selanjutnya, data dikirimkan ke pemerintah pusat atau daerah dan rumah sakit untuk monitoring dan tindak lanjut terhadap manusia yang suhu tubuhnya di atas batas normal. Misalnya, dengan melakukan penjemputan suspect agar segera diperiksakan ke rumah sakit terdekat dan dikarantina.
“Sistem ini sangat efektif sebab data pasien atau manusia yang terindikasi suhu tubuh di atas batas normal dapat terdeteksi secara cepat dan realtime,” ungkap mahasiswa kelahiran Kediri ini.
Lukman menjelaskan, letak keunggulan dari inovasi Instone yaitu terintegrasi dengan aplikasi user, aplikasi rumah sakit, dan aplikasi pemerintah. Sehingga mempermudah pelacakan orang yang terdeteksi oleh sensor tersebut.
“Selain itu, terdapat notifikasi berupa pengiriman pesan informasi kepada yang terdeteksi sensor ini berupa suhu tubuh yang diukur dan informasi rumah sakit, agar melakukan pengecekan manual ke rumah sakit atau karantina mandiri di rumah,” papar Lukman.
Inovasi yang digagas Lukman bersama Ari Wardana, Noor Robbycca Rachmana, Indriani Aramintha Mentari, dan Nurfani Arifudin, ini meraih juara pertama Lomba Aplikasi Inovatif dan Inspiratif Covid-19 (LAI2-Covid-19) berskala nasional pada sublomba Detektor yang diadakan oleh Direktorat Kemahasiswaan ITS.
Dalam pengerjaannya sendiri, Tim Instone menghadapi kendala seperti pemilihan sensor yang dapat mendeteksi suhu tubuh secara cepat dan tepat, serta tantangan di mana proses diskusi dan pengerjaannya yang dilakukan secara daring.
“Meski begitu, lomba ini sangatlah menarik bagi kami yang tidak bisa berkontribusi di garda terdepan untuk penyembuhan, akan tetapi bisa berkontribusi dalam membuat terobosan alat baru,” ujarnya bangga. (HUMAS ITS)