Memaknai Keberkahan Bisnis dan Rezeki (3)

Berebut Kaya, Berebut Miskin

Oleh: Yusron Aminulloh

MEPNews.id – Coba lihat ragam karakter manusia. Ada yang ingin sukses dan kaya, tapi dengan cara kerja profesional. Tapi tidak sedikit yang lakunya jalan pintas, menyakiti orang, memutus silaturahmi persaudaraan demi kekayaan dan kesuksesan.

Yang lebih parah lagi, dengan gagah perkasa menjadi pejabat, tapi niatnya bukan mengabdi pada negara, tetapi justru menguras uang negara dengan sikap koruptif yang bekerjasama dengan pengusaha yang nafsu kaya.

Jangan bicara keberkahan di tengah proses semacam itu. Tanpa harus menunggu akhirat, banyak kabar sudah kita dengar mereka mendapat hukuman fisik, batin bahkan kerumitan hidup dan keluarganya berkepanjangan.

Tapi disaat yang sama, banyak juga abdi negara dan pebisnis yang lakukan keseimbangan hidup. Jalan usahanya lancar, shodaqahnya melimpah. Ini artinya, kita disodorkan film kehidupan hitam dan putih, dan kita tinggal memilih.

Yusuf Hamka, pengusaha di Jakarta, sehari memberi makan 5 ribu orang. Ia membeli 5 ribu bungkus nasi dari puluhan warung kecil secara bergiliran. Dan ternyata hartanya tidak berkurang.

Bahkan, pernah ada adegan di Jakarta beberapa tahun lalu, seorang pengusaha kaya, turun dari eskalator sebuah pusat perbelanjaaan, kopernya jatuh, terbuka dan uangnya berhamburan. Banyak orang berebut, dan dia langsung pergi ke jalan seolah sedih tapi langsung naik taksi.

Ia pebisnis sukses, punya uang banyak, beramal sudah, bershodaqah melimpah, ia ingin sesekali “ngetes” masyarakat. Dan ia berhasil. Ternyata masih banyak yang tega berebut uang tanpa mengejar pemilik uang.

Itulah dunia. Ada orang belum sukses ingin sukses dunia dengan mengumpulkan sebanyak mungkin harta dan kekuasaan.

Berbeda dengan kebanyakan orang yang bekerja banting tulang untuk menebalkan kantong pribadi, Sulaiman Al-Rajhi malah menyumbangkan seluruh harta yang dimilikinya. Miliarder Arab Saudi ini memilih untuk jatuh miskin dengan memberi semua hasil jerih payahnya, termasuk uang tunai, saham dan properti kepada yang lebih membutuhkan.

Dikutip dari berbagai sumber, Sulaiman Al-Rajhi merupakan pendiri bank Islam terbesar di dunia bernama Bank Al-Rajhi dan perusahaan terbesar di Arab Saudi. majalah Forbes pernah menobatkan Sulaiman Al-Rajhi sebagai orang ke-120 terkaya di dunia. Kekayaannya sampai dengan tahun 2011, tercatat berjumlah US$ 7,7 miliar.

Ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar. Akan tetapi dengan tangan dinginnya, Sulaiman Al-Rajhi mampu mengelola saham utama di Bank Al-Rajhi. Melalui bank itu, Sulaiman Al-Rajhi berupaya melawan segala bentuk kemiskinan terhadap rakyat kecil.

Selain sukses di dunia perbankan, Sulaiman Al-Rajhi juga memiliki kebun kurma terluas di daerah Qasim dekat Riyadh, Arab Saudi. Kebun seluas 5.466 hektar yang ditumbuhi sekitar 200 ribu pohon kurma ini bahkan masuk Guinnes World Book Record.

Akan tetapi, pria berusia 96 tahun ini memilih mewakafkan ladang nan luas ini kepada Yayasan Al Khairiyyah. Menariknya setiap bulan Ramadan, buah-buah kurma dari ladang ini dibawa ke Masjidil Haram Makkah dan Masjidil Al Nabawi Madinah untuk menu buka puasa.

Kebun ini bukanlah satu-satunya kebun yang dimiliki oleh Al-Rajhi. Ada tiga perkebunan kurma lainnya yang juga ia wakafkan untuk bulan Ramadan.

Setiap hari Sulaiman Al-Rajhi harus bekerja keras dan tidak pernah lupa memulai serta menutup harinya dengan beribadah. Dia juga senantiasa berkegiatan sesuai jadwal sehari-hari yang sudah disusunnya sebagai pedoman aktivitas.

Dia juga pernah dianugerahi penghargaan King Faisal International Prize oleh Kerajaan atas segala kerja kerasnya. Akan tetapi, siapa nyana jutawan ini pernah jatuh miskin sebanyak dua kali dalam hidupnya. Akan tetapi, kondisi melarat yang pernah dialaminya itu justru kian mengubah pandangan Sulaiman Al-Rajhi.

Ia pun memantapkan diri untuk melepas semua harta untuk hidup bahagia, tenang dan damai. Baginya, seluruh kekayaan materi yang dia miliki semata-mata titipan Tuhan yang kapan saja bisa ditarik kembali.

Oleh karena itu, tanpa beban atau berat hati Sulaiman Al-Rajhi melepas semua kekayaan yang dimiliki kepada anak-anaknya yang berjumlah 32 orang. Tanpa sepeser pun uang yang tersisa pada dirinya hanyalah pakaian sehari-hari.

Meski demikian, Sulaiman Al-Rajhi dapat menikmati hidupnya dengan tenteram. Bahkan dia yakin dengan cara seperti inilah dirinya dapat mengikat tali persaudaraan dengan keluarga.

Bisa jadi langkah model pengusaha ini terilhami Abdurrahman bin Auf.

Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya. Ini karena orang yang paling kaya akan dihisab paling lama.

Maka mendengar ini, Abdul Rahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana agar bisa kembali menjadi miskin supaya dapat masuk surga lebih awal.

Setelah Perang Tabuk, kurma di Madinah yang ditinggalkan sahabat menjadi busuk. Lalu harganya jatuh.

Abdurrahman bin Auf pun menjual semua hartanya, kemudian memborong semua kurma busuk milik sahabat tadi dengan harga kurma bagus.

Semuanya bersyukur, Alhamdulillah, kurma yang dikhawatirkan tidak laku, tiba-tiba laku keras! Diborong semuanya oleh Abdurrahman bin Auf. Sahabat gembira. Abdurrahman bin Auf pun juga gembira.

Sahabat lain gembira sebab semua dagangannya laku. Abdurrahman bin Auf gembira juga, sebab berharap
jatuh miskin.

Abdurrahman bin Auf merasa sangat lega, sebab tahu akan bakal masuk surga dulu, sebab sudah miskin. Tapi itu rencana manusia.

Tiba-tiba, datang utusan dari Yaman membawa berita, Raja Yaman mencari kurma busuk.

Rupa-rupanya, di Yaman sedang berjangkit wabah penyakit menular, dan obat yang cocok adalah kurma busuk.

Utusan Raja Yaman berniat memborong semua kurma Abdurrahman bin Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Subhanalloh. Orang lain berusaha keras jadi kaya. Sebaliknya, Abdurrahman bin Auf berusaha keras jadi miskin tapi selalu gagal. *** dari berbagai sumber. (bersambung)

Article Tags

Facebook Comments

Comments are closed.