MEPNews.id – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) turut membantu mencegah penyebaran wabah Corona Virus Disease 19 (COVID-19). Setelah merancang sejumlah perangkat disinfeksi, kini ITS memperkenalkan Alat Pelindung Diri (APD) berupa Face Shield Mask.
Djoko Kuswanto ST, Kepala Laboratorium Integrated Digital Design di Departemen Desain Produk Industri ITS, selaku inventor, mengungkapkan produksi Face Shield Mask ini 500 – 1.000 item setiap hari. “Sejak Sabtu (21/3), telah diupayakan mencapai target tersebut,” ujarnya.
Dikatakan Djoko, panic buying menjadi salah satu bentuk respon masyarakat terhadap merebaknya vieus Corona ini. “Dunia medis ikut terguncang dengan berkurangnya APD akibat panic buying.”
Menurunnya jumlah APD ini, menurut Djoko, menggugah ITS bersama Asosiasi Printer 3D Indonesia memberikan bantuan dengan memproduksi Face Shield Mask.
Djoko, yang juga Koordinator Asosiasi Printer 3D Indonesia chapter Jatim, menjelaskan Face Shield Mask dipilih karena mudah dibuat dengan estimasi waktu pembuatan cepat. “Apalagi, masker menjadi kebutuhan yang mendesak saat ini.”
Berdasarkan data yang diterima Laboratorium Integrated Digital Design ITS, saat ini kebutuhan masker mencapai 270.000 buah. Djoko menuturkan, akan ada dua prosedur produksi yang diterapkan. Tujuannya efisiensi kerja produksi.
Metode 3D Printing, kata Djoko, menjadi opsi pertama. “Cara kerjanya adalah menata bahan berupa lelehan sehingga menjadi benda yang dikonsepkan,” terangnya menyederhanakan cara kerja additive 3D Printing.
Kelebihan metode 3D Printing yaitu barang dapat terproduksi lebih detail sesuai yang dirancang. Akan tetapi, untuk kondisi gawat seperti saat ini, 3D Printing memakan waktu produksi cenderung lama. Maka, alat CNC Router menjadi opsi mengatasi hal itu.
CNC Router merupakan mesin yang dilengkapi digital signal processing (DSP) dalam proses memotong atau mengukir bahan tertentu. Sistem kerja CNC Router adalah substractive atau melakukan pengurangan. “Dari bahan utuh, diukir sedemikian rupa sehingga menjadi produk yang diinginkan,” bebernya.
Dengan bantuan CNC Router, bekerja sama dengan Laboratorium Protomodel ITS, kecepatan produksi Face Shield Mask diharapkan segera memenuhi kebutuhan, khususnya di Jawa Timur, yang permintaannya mencapai 35.000 buah. Satu CNC Router memiliki kecepatan produksi hampir sama dengan 200 sampai 400 printer sekaligus. “CNC Router kami pilih sebagai cara yang diprioritaskan,” ujarnya.
Dari dua prosedur yang diterapkan, diambil dua bahan yang menjadi komposisi satu jenis dari APD ini. Dua jenis plastik untuk membuat masker darurat ini adalah High Density Polyethylene (HDPE) dan Polyethylene terephthalate (PET). Masker darurat ini diproduksi dengan memerhatikan keamanan bahan yang digunakan.
Kedua jenis plastik yang dipilih, menurut Djoko, aman digunakan untuk kepentingan medis. Pasalnya, dua jenis plastik itu juga dapat digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Selain itu, plastik HDPE dan PET mudah ditemukan di pasaran. “Kemudahan ini mendukung proses produksi,” sebutnya.
Djoko menyampaikan, topeng masker ini hanya bagi lembaga klinis yang membutuhkan. Pembagian tanpa biaya ini memiliki alur prosedur distribusi yang tidak sembarangan. “Kami tidak ingin ada kesalahan penyaluran kepada yang kurang membutuhkan,” tegasnya.
Timnya dibagi menjadi empat divisi, yaitu pendataan permintaan, produksi, perakitan, dan distribusi. Ini salah satu bentuk upaya mencegah kesalahan penyaluran masker gratis. Mengikuti rekomendasi jajaran dekanat Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital ITS, permintaan yang diproses adalah yang mengikuti alur pemesanan kebutuhan.
Bagi lembaga klinis yang ingin mengajukan permintaan kebutuhan, siapkan surat permintaan resmi dan lampirkan formulir online yang disediakan. Detail dari prosedur dapat diketahui melalui narahubung tim penggerak produksi Face Shield Mask ini, termasuk Djoko sendiri.
Djoko juga meminta doa dan dukungan, serta partisipasi siapa saja yang tergerak mau jadi relawan dalam proses produksi ini. “Akan ada pelatihan yang terkoordinir bagi relawan, sehingga social distancing tidak jadi halangan mencapai target produksi yang tinggi.”
Salah satu yang disebut sebagai partner produksi APD ini adalah 20 mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Dengan banyak menjalin kerja sama, produk yang perlu disterilisasi dan uji kelayakan ini semakin bermutu dan terjamin. (HUMAS ITS)