Let’s Go to Experience

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id–Selama semingguan ini merk rokok seorang penikmat kopi hitam tidak seperti biasanya. Merknya gonta-ganti. Pertanda rokok itu gratisan pemberian teman-temannya. Apapun merknya asal gratis tak masalah. Itu baru soal rokok dan merknya. Belum lagi soal ngopi dan sandal di kaki.

Kalau di jam-jam umumnya orang bekerja, tapi kok terlihat di warung kopi tanpa bersepatu, tak mungkin si penikmat kopi ini disangka bos. Pasti dicurigai: “Wah, ini pasti gelandangan modern. Bedanya pakaiannya bersih. Kesamaannya dompetnya juga bersih. Bahkan mungkin tiada.”

Segala sesuatu ada tanda-tandanya. Termasuk ada tanda orang yang rajin sujud, rajin ngopi, rajin silaturahmi, rajin membaca, rajin provokasi, dan seterusnya. Kalau penulisnya tidak menuliskan rajin membuat kerusuhan, maka bisa dicurigai penulisnya tidak menggiring pembacanya untuk semakin antisipatif terhadap kerusuhan.

Selain, rokok, sandal, ada juga tanda-tanda yang lucu dari penikmat kopi hitam. Yakni dia suka browsing mencari-cari di internet mengenai fungsi mengurangi makan bagi kesehatan. Jika ini ketahuan teman-teman dekatnya, dia akan dibully: “Mungkin keinginannya yang asli ialah fungsi mengurangi makan bagi dompet yang menipis, hahahahaha…”

Tapi kali ini, si penikmat kopi hitam ingin menuliskan dalam catatannya bahwa jadilah orang yang menjalani. Pengalaman dari menjalani sebuah teori atau menjalani praktek sungguh pun tanpa teori merupakan guru kenyataan yang terbaik. Kata orang barat, experience is the best teacher. Pengalaman adalah guru yang terbaik. So, let’s go to experience. Segeralah berjalan untuk mengalami. Jangan pernah berhenti pada sebuah teori.

“Kalian,” tulisnya, “malas menjalani. Sukanya ngomong terus dan tidur terus, sehingga kalian selalu tertipu oleh tanda, oleh katanya, oleh menurutnya, dan sebangsanya. Jalanilah sendiri. Disitu kalian akan mengerti betapa sebuah tanda atau sebuah teori, bisa berlainan atau muncul pemahaman baru atau kebenaran baru tanpa ada tanda-tanda dari tanda atau teori yang sudah ada.”

“Bebaskan diri kalian dari tanda,” lanjutnya lagi, “jangan menyembah dan mendewa-dewakan kecanggihan sebuah handphone hari ini, agar menemukan kecanggihan yang lain lagi sebagai cara berkomunikasi. Jangan terlalu menyembah sebuah tanda, teori, kategori atau rumusan yang telah ada. Jangan percaya tanda orang sukses itu harus terbang, jika kalian adalah harimau.”

Dari kalimat yang terakhir itu, nampak jelas sebuah tanda subyektif dan “kurang ajar” agar suksesnya penikmat kopi hitam jangan pernah disamakan dengan sukses yang lain. Baginya, sekedar bisa pergi ngopi hari ini, sudah bisa disebut sukses seperti layaknya orang yang pergi melancong ke luar negeri dengan biaya yang mahal. (Banyuwangi, 30 November 2019)

Facebook Comments

Comments are closed.