Tekan Stunting, Sudah Tidak Jamannya Lagi Pisang Kerok Berlebih

MEPNews.id – Balita pendek atau stunting disebabkan kurang gizi dalam waktu cukup lama. Kondisi tersebut menyebabkan anak menjadi lebih pendek dibandingkan dengan anak lain dalam kondisi normal.

Selain perlunya peningkatan jumlah asupan gizi, Trias Mahmudiono S.KM., MPH (Nutr.), GCAS, Ph.D menjelaskan keragaman makanan juga dapat menekan risiko balita mengalami stunting. Namun, berdasarkan penelitiannya, keragaman pangan pada balita masih rendah.

Trias Mahmudiono PhD.

“Keragaman pangan untuk balita masih kurang. Ada masalah distribusi pangan pada rumah tangga,” ucap dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR itu.

Pada keluarga yang bisa beli kebutuhan makan sendiri, permasalahan distribusi pangan terdapat pada ketimpangan keragaman pangan untuk balita dan orang tua. Balita cenderung mendapatkan makanan rendah protein seperti kuah bakso dan pisang kerok.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan orang dewasa di keluarga yang makanannya begitu beragam. Padahal, balita belum bisa untuk membeli makannya sendiri dan bergantung pada keluarga agar bisa memenuhi kebutuhan gizinya.

“Untuk mencegah stunting, asupan gizi anak perlu didukung dengan pemberian makanan tinggi protein seperti telur, ikan dan hati ayam,” lanjutnya.

Pada keluarga yang tidak mampu, negara memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan gizi balita. Hanya saja, program pemberian bantuan berupa uang tidak direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi pada balita di keluarga tidak mampu.

Trias menyarankan program bantuan berupa pemberian produk yang hanya bisa dimakan balita. Misalnya; bubur daging, bubur kacang, bubur wortel atau jenis makanan lainnya yang cocok untuk balita dan mendukung tumbuh kembangnya.

Penelitian melibatkan 736 responden yang memiliki anak balita di rumahnya. Penelitian dilatarbelakangi keprihatinan peneliti pada masalah stunting yang cukup tinggi di Indonesia.

Terlebih, komitmen sustainable development goals (SGDs) menargetkan angka kejadian stunting pada kisaran 18 hingga 20 pada 2025. Padahal, pada 2018, angka kejadian stunting di Indonesia masih berada pada 30,7.

“Kami mempelajari apa saja yang dapat mempercepat penurunan masalah stunting. Salah satunya adalah dari kebiasaan pola makan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan keragamannya,” kata Trias. (HUMAS UNAIR)

 

Facebook Comments

Comments are closed.