Kalau Dikejar Anjing, Jangan Jongkok

MEPNews.id – Rabies atau yang dikenal dengan istilah ‘penyakit anjing gila’ merupakan infeksi virus pada otak dan sistem syaraf. Penyakit ini sangat berbahaya karena berpotensi besar menyebabkan kematian. Penyebab rabies adalah virus RNA dan genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae.

Virus ini berbentuk seperti peluru, bersifat neurotropis, menular dan ganas. Virus bersarang pada air liur hewan yang telah terinfeksi. Penyebaran virus terjadi saat hewan terinfeksi menggigit hewan lain atau manusia.

Pada umumnya, virus rabies ditemukan di hewan liar. Beberapa hewan yang menyebarkan adalah sigung, rakun, kelelawar, dan rubah. Namun, di beberapa negara, masih banyak binatang peliharaan yang juga membawa virus tersebut. Termasuk kucing dan anjing.

Gejala yang timbul saat  hewan terinfeksi rabies adalah perubahan perilaku. Antara lain; hewan itu tidak mengenal pemiliknya, tidak menuruti perintah pemiliknya, mudah terkejut, mudah memberontak, takut cahaya atau sinar, gampang gelisah, beringas, lalu mengalami kelumpuhan tenggorokan dan kaki belakang, akhirnya mati.

Infeksi Akut hingga Kematian

Prof. Dr. Suwarno, drh., M.Si, guru besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR), dalam talkshow peringatan World Rabies Day, Sabtu 29 September 2019, mengingatkan potensi terjangkit rabies juga berlaku pada manusia.

PROF. Dr. Suwarno, drh., M.Si (tengah) bersama drh. Rudi Alfadie (kiri) dan perwakilan Balai Karantina Pertanian Surabaya (kanan) dalam talkshow rabies dan toxoplasmosis di FKH UNAIR (Foto: Zanna Afia)

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, setiap tahun rabies menyebabkan sekitar 59.000 kematian. Jika dikalkulasi, seratus orang lebih meninggal karena rabies tiap harinya. Sebanyak 99% kasus rabies terjadi karena gigitan anjing yang terinfeksi. Satu persen terjadi karena gigitan kucing, kera, dan musang.

Ironisnya, 40% korban tergigit anjing rabies dan meninggal adalah usia anak-anak. Postur tubuh anak-anak yang kecil membuat mereka rawan mendapat gigitan di area kepala.

Banyaknya korban anak-anak juga disebabkan mitos di masyarakat terkait tindakan yang dilakukan saat seseorang dikejar anjing. “Nasihat orang tua dulu, kalau dikejar anjing maka kita harus duduk jongkok agar anjing berhenti mengejar. Itu salah,” ujar Prof. Suwarno.

Sebab, anjuran tersebut justru dapat menyebabkan anjing menyerang dan menggigit di area kepala. Gigitan di area kepala akan mempercepat perjalanan virus rabies menyerang syaraf otak dan kelenjar ludah.

Penyebaran virus rabies dari hewan ke manusia hanya dapat terjadi melalui gigitan atau liur hewan yang mengenai luka terbuka. Semakin dalam gigitan, maka semakin berbahaya resiko yang ditimbulkan. Virus rabies memiliki masa inkubasi 5 hingga 14 hari. Penelitian terbaru menunjukkan masa inkubasi virus rabies bisa jauh lebih lama, yakni dua hingga tiga tahun.

“Masa perjalanan virus rabies delapan milimeter perhari. Biasanya seseorang yang digigit hewan terjangkit rabies bisa meninggal dalam waktu lima hari. Karena virus ini menyerang otak, jika seseorang digigit di lengan atau kaki, maka membutuhkan masa inkubasi cukup lama untuk sampai ke otak,” paparnya.

Gejala seseorang yang terinfeksi virus rabies di antaranya demam, mual, mulut berbusa, hidrophobia atau takut air, rasa nyeri hebat saat menelan, kejang hingga kelumpuhan menjelang kematian.

“Apabila seseorang tergigit hewan pembawa rabies, luka gigitan harus segera dibersihkan dengan air mengalir kemudian diberi desinfektan. Selanjutnya, korban segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penangan lanjutan. Dokter akan memberikan serum dan vaksin anti rabies,” jelas dosen FKH UNAIR tersebut.

 Pentingnya Vaksin

Kendati demikian, Prof. Suwarno menyebutkan rabies dapat dicegah melalui vaksinasi. Dengan menyuntikkan virus yang telah dimatikan atau inaktif ke dalam tubuh hewan dan manusia, maka tubuh akan membentuk sistem kekebalan.

Vaksin anti rabies dapat diberikan pada siapa pun. Namun, yang dianjurkan melakukan vaksin anti rabies adalah yang berisiko tinggi terinfeksi . Kelompok tersebut adalah; pemilik hewan, dokter hewan, peternak hewan, pekerja laboratorium atau peneliti yang berhubungan dengan hewan, dan profesi lain yang melakukan kontak langsung dengan hewan.

Kabar baiknya, Jawa Timur merupakan provinsi yang masuk delapan daerah bebas rabies bersama Papua, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.

Masih sedikitnya daerah bebas rabies di Indonesia menunjukkan endemisitas masih tinggi. Masyarakat diimbau tetap waspada dan berhati-hati ketika membawa hewan peliharaan mengunjungi daerah lain.

Pemilik hewan peliharaan, utamanya anjing dan kucing, dianjurkan memberikan vaksin berkala. Kondisi kesehatan dan kekebalan hewan perlu diperiksa sebelum mengajaknya pergi ke luar kota, untuk mengantisipasi penularan virus dari hewan lain saat di wilayah endemis rabies.

Acara yang digelar di Ruang Avian lantai satu FKH UNAIR Kampus C tersebut juga dihadiri oleh Balai Karantina Pertanian Surabaya, Pusat Veterinari Farma Surabaya, dosen dan dokter hewan yang tergabug dalam Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jatim I serta komunitas pecinta hewan di Surabaya. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.