MEPNews.id – Dengan menghubungkan kegagalan replikasi DNA dalam sel dengan ketidakstabilan genetik, para peneliti di UNIVERSITÉ DE GENÈVE (UNIGE) di Swiss mengungkap mekanisme penting mutasi untuk perkembangan kanker.
Ketika sebuah sel membelah diri menjadi dua sel turunan, ia harus mereplikasi DNAnya sesuai skenario yang sangat spesifik. Namun, di hadapan beberapa elemen tertentu yang mengganggu, sel-sel kanker tidak dapat melakukan operasi replikasi secara optimal. Maka, replikasi berlangsung lebih lambat dan kurang efisien. Fenomena ini disebut “replication stress“. Kondisi ini udah diketahui terkait dengan peningkatan mutasi genetic. Namun, fenomena lain yang khas dari sel kanker, yakni mekanismenya, masih belum diketahui sampai sekarang.
Maka, dengan menguraikan bagaimana replication stress menginduksi hilangnya atau munculnya kromosom pada anak sel kanker, dan bahkan dengan membalik prosesnya pada sel yang sakit, para peneliti di UNIGE mengugkap pengetahuan baru. Dalam hasil penelitian mereka yang dimuat di jurnal Nature Communications, pengetahuan itu pada akhirnya mengarah pada diagnosis lebih baik dan mungkin mengarah pada pengobatan kanker yang lebih baik.
Selama siklus hidup normal, sel-sel bisa tumbuh dan membelah diri. Ketika semua blok pembangun yang diperlukan untuk replikasi DNA sudah siap, masing-masing sel mereplikasi kromosom yang berisi informasi genetiknya. Setelah replikasi DNA, sel memasuki fase mitosis yakni langkah-langkah yang mengatur pembelahan sel. Gelendong mitosis kemudian dibuat. Dalam kondisi ini, dua untai DNA yang direplikasi kemudian dipisahkan. Hasilnya dua sel turunan mewarisi jumlah kromosom yang identik.
“Untuk memastikan distribusi kromosom dengan benar, gelendong mitosis memiliki dua kutub,” kata Patrick Meraldi, profesor Departemen Fisiologi dan Metabolisme Sel yang juga koordinator Translational Research Centre in Onco-haematology (CRTOH) di Fakultas Kedokteran UNIGE. “Bipolarisasi ini sangat penting untuk stabilitas genom dari kedua sel anak.”
Pada umumnya, replication stress terjadi akibat molekul-molekul tertentu yang, ketika diproduksi secara berlebihan, menjadi berbahaya. Sebagai contoh, protein cyclin E, yang terlibat dalam regulasi DNA, bisa mendorong perkembangan kanker jika diekspresikan secara berlebihan. Bahkan, di bawah pengaruhnya, sel-sel kanker cenderung mereplikasi terlalu dini. Mereka belum memiliki semua komponen yang diperlukan untuk sintesis DNA. Nah, di sini lah kesalahan bisa muncul.
Menghilangkan replication stress
Untuk menguraikan fenomena ini, para peneliti secara artifisial menginduksi replication stress dalam sel manusia sehat dengan produk yang memperlambat replikasi DNA, dan dengan demikian bisa mencegah proses normal.
“Kami mengamati bahwa stress ini menyebabkan malformasi spindel mitosis. Bukannya menjadi dua kutub, tapi bisa menjadi tiga atau empat,” kata Therese Wilhelm, peneliti dalam tim Meraldi yangn juga menjadi penulis pendamping pertama dari karya ilmiah ini. “Sel umumnya mampu menghilangkan kelebihan kutub ini. Tapi tidak semua sel cukup cepat menghindari koneksi yang salah antara kromosom dan spindel mitosis.”
Pada akhirnya, koneksi yang salah ini mendorong distribusi kromosom yang tidak tepat. Kondisi ini menyebabkan hilangnya atau bertambahnya satu atau lebih kromosom. Ketidakstabilan genetik ini memungkinkan evolusi sel kanker secara anarkis secara cepat.
Para ilmuwan kemudian berhasil memperbaiki efek dari replication stress dalam sel-sel yang sakit. Caranya antara lain dengan memberi mereka komponen hilang yang mereka butuhkan untuk replikasi.
“Kami tidak hanya membangun hubungan antara replication stress dengan kesalahan kromosom, tetapi juga dapat memperbaikinya. Artinya, fenomena yang terdapat pada semua kanker dan bahkan pada sel prakanker ini sebenarnya dapat dikendalikan,” kata Anna-Maria Olziersky, peneliti dalam tim Profesor Meraldi yang juga jadi penulis pendamping.
Bisakah ini untuk terapi?
Melalui serangkaian percobaan yang membidik khusus pada mekanisme ini, para peneliti menunjukkan sensitivitas terbesar sel spindel mitosis abnormal terhadap paclitaxel. Ini obat kemoterapi yang bekerja pada spindel mitosis dan digunakan untuk pengobatan kanker payudara.
“Pada prinsipnya, kita bisa secara khusus menarget sel-sel bermasalah ini tanpa harus mengganggu sel-sel sehat,” kata Patrick Meraldi. “Bukan untuk memperbaiki kesalahan, tetapi untuk memblokir sel pada tahap ini sehingga mencegahnya membuat kutub tambahan. Secara otomatis, ini mengarah pada kematiannya yang lebih cepat tanpa harus menyebabkan kerusakan pada sel lain sekitarnya yang masih sehat.”