Cegah Hepatitis B dengan Skrining dan Imunisasi

MEPNews.id – Penyakit hepatitis B merupakan infeksi menular atas hati yang disebabkan virus hepatitis B (VHB). Infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati dan berkembang menjadi fibrosis (jaringan parut) hingga sirosis atau kanker hati. Hingga saat ini diperkirakan 240 juta orang terinfeksi hepatitis B kronis di seluruh dunia.

Hepatitis B itu penyakit endemik, yakni bisa menyerang wilayah geografis atau kelompok populasi tertentu. Pembangunan dan fasilitas layanan kesehatan yang belum merata dan memadai mengakibatkan pencegahan dan pengobatan sulit dijangkau masyarakat tertentu. Maka, penyakit endemik banyak ditemui di negara-negara berkembang. Indonesia tercatat memiliki endemisitas infeksi VHB sedang hingga tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2017, sebanyak 7,1 persen penduduk Indonesia diduga mengidap hepatitis B.

Prof. Maria Lucia Inge Lusida.

Guru besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Maria Lucia Inge Lusida dr., M.Kes., Ph.D., SpMK menyebutkan, Indonesia memiliki endemisitas bervariasi antar provinsi. Tingginya prevalensi hepatitis B di beberapa daerah disebabkan isolasi geografis. Beberapa kelompok masyarakat di daerah terpencil masih sulit memperoleh akses layanan kesehatan layak.

“Hepatitis B itu bisa kronis dan menuju kanker hati. Itu yang ditakutkan. Apalagi yang tertinggi penularannya itu sejak bayi, yakni dari ibu ke anaknya. Itu hampir bisa dikatakan tidak bisa sembuh, penyakit dibawa terus seumur hidup,” paparnya.

Ada dua cara penularan hepatitis B, yaitu melalui penyebaran vertikal dan penyebaran horisontal. Penyebaran vertikal terjadi melalui proses persalinan ibu pengidap hepatitis B pada bayi yang dilahirkannya. Kedua, penyebaran horizontal melalui tindakan yang memungkinkan perpindahan cairan tubuh (darah atau air mani) dari orang yang terinfeksi VHB ke tubuh orang sehat.

Tercatat, 95 persen penularan Hepatitis B secara vertikal yaitu dari ibu yang positif Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya (Infodatin, 2017). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, setiap tahunnya diperkirakan 120 ribu bayi terlahir menderita hepatitis B, dan 95 persen di antaranya berpotensi hepatitis kronis yang berdampak pada risiko kanker hati.

Tentu, setiap ibu tentu tidak ingin anaknya terlahir dengan penyakit hepatitis B. Oleh karena itu ibu hamil dianjurkan melakukan skrining (deteksi dini) hepatitis B. Ibu hamil yang menderita hepatitis B, sangat rentan menularkan virus kepada anak yang dilahirkan. Selama proses melahirkan bayi, terjadi kontak darah antara ibu dengan anak. Di situ rawan penularan hepatitis B. Namun, lebih dari 90 persen infeksi VHB saat persalinan dapat dicegah jika HBsAg-positif ibu diidentifikasi.

“Pencegahannya, semua ibu hamil harus skrining. Nanti, saat melahirkan, anaknya segera divaksinasi. Dulu tidak ada skrining untuk ibu hamil. Sekarang mungkin hampir semua sudah melakukan skrining hepatitis B,” terang Prof. Inge.

“Sekarang kan sudah ada program imunisasi nasional hepatitis B. Program nasional itu kan sudah dilaksanakan sejak 1997, artinya sudah 20 tahun lebih. Jadi orang-orang yang usianya dua puluh tahun ke bawah mestinya prevalensinya rendah,” imbuhnya.

Apabila ibu hamil positif menderita hepatitis B, maka dokter yang menangani akan mendaftarkan bayi yang akan dilahirkan untuk mendapat vaksin HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin/HBIg) dalam kurun waktu kurang dari 24 jam. Pemberian imunisasi pasif HBIg perlu dilakukan guna memberi perlindungan bayi dari bahaya terinfeksi hepatitis B. Selain itu bayi perlu diberi vaksin aktif HB0 untuk merangsang antibodi, sehingga tubuh bayi memiliki kekebalan yang dapat menangkal virus hepatitis B. Selanjutnya, bayi diberi kombinasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus pada usia dua, tiga dan empat bulan.

Pemberian imunisasi yang terlambat akan memperbesar peluang infeksi VHB pada bayi. Sehingga, pencegahan sejak dini sangat penting dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi hepatitis B di kemudian hari. Mengingat hingga saat ini belum ada obat yang dapat benar-benar menyembuhkan hepatitis B secara total.

“Obat ada, tapi hanya bisa menekan jumlah virusnya sampai tidak terdeteksi. Tapi tidak berarti hilang sama sekali. Sampai saat ini obat-obatan tidak bisa menjangkau virus yang masuk sampai inti sel hati,” tutur Prof. Inge. (*)

Facebook Comments

Comments are closed.