MEPNews.id – Mengusung tema ‘Building Eco-friendly Society through Green Initiative’, Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jatim (UPN V Jatim) menggelar seminar di Bumi Surabaya City Resort, 3 September 2019.
Sesuai temanya, yang diundang para aktivis lingkungan. Sebagai pemateri, ada Wawan Some koordinator komunitas Nol Sampah, Prigi Arisandi dari Ecological Observation and Wet Conservation (Ecoton), dan Anggalia Putri Permatasari, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan.
Yang hadir, menurut Dias Pabyantara selaku ketua panita, juga pihak-pihak yang peduli pada lingkungan hidup. Antara lain; komunitas bank sampah dari Tuban, Bis Ling dari Batu, Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, juga hadir Sobat Bumi, Air Kita dari Jombang, dan lain-lain. Tak ketinggalan, para mahasiswa UPN V Jatim.
Saat berbicara soal lingkungan, nyaris tak ada gambaran yang menggembirakan dalam seminar ini. Ketiga pembicara mengungkapkan fakta-fakta negatif soal kondisi lingkungan hidup dan upaya-upaya untuk lebih hijau.
Wawan mengungkapkan betapa Indonesia ini seperti tempat pembuangan sampah dari negara-negara maju. Beberapa kasus yang dicontohkan antara lain soal kondisi sampah plastik di Indonesia. Dari plastik berat dan besar sampai yang ukurannya mikro.
“Sampah-sampah plastik itu antara lain dikirim dari Australia, Inggris, hingga Amerika Serikat dalam kemasan-kemasan di antara bahan baku kertas bekas. Bahan baku kertas bekas ini memang bisa digunakan oleh pabrik-pabrik kertas di sini, tapi plastiknya ikut terbawa ke mana-mana jadi sampah,” kata Wawan yang dapat giliran bicara pertama.
Padahal, plastik itu untuk terurai butuh waktu hingga ratusan tahun. Maka, sampah plastik mencemari tanah. Saat dibakar, asapnya mencemari udara. Saat dialirkan, mencemari sungai hingga laut. Plastik mikro dimakan ikan, ikannya dimakan manusia, maka manusianya ikut makan plastik. Maka, timbullah aneka masalah kesehatan yang mengancam manusia dan kehidupan lainnya.
Inisiatif hijau untuk mengatasi ini, menurut Wawan, adalah 3 R yakni reduce (kurangi peluang membuat sampah), reuse (manfaatkan sampah untuk hal lain yang berguna), dan recycle (mendaur-ulang sampah shingga menjadi produk baru yang berguna).
“Yang perlu diingat, strategi 3R itu berurutan. Sedapat mungkin reduce dulu. Misalnya, jangan pakai kantong plastik sekali pakai saat belanja di toko. Kalau terpaksa menerima kantong plastik, segera fikirkan nanti digunakan kembali untuk apa (reuse),” pesan Wawan.
Senada dengan Wawan, Prigi juga mengungkapkan suramnya kondisi lingkungan terutama air sungai yang melewati kota Surabaya. Ia menggambarkan betapa air yang menjadi bahan baku minum itu tercemar banyak polutan. Antara lain, popok bayi. Maka, ia mendesak pihak-pihak yang berwenang untuk memperkuat regulasi dan penegakannya.
Anggi memaparkan ancaman sangat besar bagi lingkungan, yakni perubahan iklim. Naiknya suhu sedikit saja bisa mengganggu banyak sekali kestabilan. Cuaca panas bisa memudahkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan yang berbuntut gagal panen, atau mencairnya es di kutub yang memicu naiknya permukaan laut yang menggenangi kawasan pantai.
Tentang inisiatif hijau, Anggi menjelaskan lembaganya menggunakan strategi jejaring. “Madani itu kecil, awaknya cuma belasan orang. Tidak seperti Greenpeace atau WWF, misalnya, yang kekuatannya besar. Maka, kami menggandeng dan menggerakkan kelompok atau pihak-pihak yang berpengaruh pada lingkungan.” (*)