Foto : Ilustrasi
MEPNews.id – Kalimat judul tersebut terinspirasi dari tema Gathering DeDurian Park yang ke-2, pada 6 April 2019 lalu, kebetulan saya ikut hadir menyimak paparan empat narasumber yang mengisi acara pada saat itu.
Selain Dirut Yusron Aminulloh, lalu Komut Muhammad Gurning, plus Ketua ICMI Jatim Ismail Nachu, dan ada bintang tamu keren yakni budayawan sekaligus sastrawan hebat kelahiran Sumenep yang telah kondang sentero negeri, D Zawawi Imron. Mereka berempat bergantian menyapa kami para calon jamaah DeDurian yang hadir kala itu.
Acara Gathering tersebut sungguh membuat yang semula masih belum clear menjadi tambah terang terbuka. Yang paling bermanfaat tentu ada banyak buliran-buliran mutiara hikmah, yang dapat saya pungut lalu saya simpan sebagai bank ide yang kali ini terwujud ke dalam satu tulisan.
Saya merasa perlu mengikat setiap peristiwa pada Gathering saat itu, tentu ini tidak lain bagian dari menyimpan suatu kenangan yang tujuannya agar dapat dinikmati oleh masyarakat pembaca secara lebih luas hingga kelak di lain zaman. Saya mengikat semua yang terjadi bukan untuk tujuan tanpa arti, tetapi saya ingin ada makna yang tersimpan rapi serta bisa dibaca dinikmati oleh lintas generasi.
Kembali pada topik tulisan kali ini. Ya, Indonesia memang sangat layak bahkan sangat kompatibel bila disemati sebutan lain sebagai negeri Tanah Sajadah. Sebab satu alasan paling logis yaitu tentu pada kondisi SDA beserta segala isi yang terkandung di bumi Indonesia, termasuk di situ tanah, air, bahkan udaranya. Betapa tanah yang begitu subur, cadangan air jernih yang melimpah, serta produsen utama O2 dunia.
Selain itu, di tanah Indonesia semua tumbuhan ada, setiap tanaman bisa tumbuh subur dan hidup serasi dengan makhluk yang lain membentuk tipografi bentangan alam yang cukup indah.
Ada gunung beserta gugusan lapisan tanah terasiring yang aduhai bak roti lapis kukus surabaya yang lezat itu. Ada lautan dengan garis pantai konon yang terpanjang nomor empat di dunia. Area hutan hujan tropisnya telah kondang sebagai produsen oksigen serta karbondioksida utama jagat raya, juga telah tercatat sebagai paru paru dunia yang sebagian besar wilayahnya ada di hutan negeri ini.
Belum lagi dengan berbagai cadangan mineral di dalam perut bumi yang menjadi kebutuhan energi setiap aktivitas manusia yang hidup di atasnya. Bayangkan bila hidup manusia tanpa segala energi mineral itu tentu akan sangat susah bahkan seketika lumpuh tak berdaya. Itu artinya, manusia sangat bergantung kepadanya, manusia sangat butuh pada ketersediaan dari beragam cadangan mineral itu.
Bertolak dari deskripsi tersebut, maka sangat wajar bila sebutan lain bagi bangsa ini adalah Indonesia Tanah Sajadah. Setiap jengkal tanah Indonesia merupakan tempat terbaik bagi komunitas bernama makhluk hidup untuk melangsungkan laku kehidupannya. Tanah di Indonesia adalah lokasi paling nyaman bagi kita manusia untuk meletakkan dahi lalu tersungkur sujud mensyukuri atas segala anugerah, karunia, bahkan rahmat dari Allah kepada bumi Nusantara yang diperuntukkan untuk semua semesta.
Jika telah demikian adanya, lantas akan timbul deret pertanyaan penting. Di manakah posisi kita? Kita selaku manusia yang mengemban misi sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sudahkah kita sanggup menjalani peran berat tersebut? Atau jangan-jangan bahkan kita sama sekali masih belum melakukan apa pun, kita masih nyenyak dininabobokkan oleh pihak-pihak luar–dan pihak lain yang begitu bernafsu ingin mencaplok kekayaan bumi Indonesia yang berpredikat sebagai tanah sajadah.
Untuk itu, pikirkan lalu perbuat, dan lalui setiap proses di arena kehidupan kita masing-masing ini, agar kelak kita bisa kembali berdikari serta berdaulat secara lebih hakiki menjadi tuan di negeri sendiri. Bukan malah seperti yang terjadi saat ini. Bismillah kita mulai dari sini dengan berjamaah di DeDurian Park maka kita pasti bisa!
(Aditya Akbar Hakim)