Foto : Ilustrasi
MEPNews.id – Salah satu sahabat Nabi Saw, pernah termenung sambil duduk santai dengan memikirkan secara mendalam, betapa nyaman dan tanpa beban ritus hidup seekor burung. Ia bisa terbang ke mana saja tanpa ada yang melarang. Ia bebas mencari makan sekadar untuk kebutuhan bukan menuruti keinginan. Ia berangkat pagi pulang petang mencari bekal penghidupan. Ia pun dengan merdu berkicau mempersyahdu nyanyian alam.
Bukan hanya burung. Tarulah pada seekor sapi juga demikian, pada prinsipnya ia juga persis seperti burung. Coba kita amati sapi yang kalau di negeri ini, setiap kali momen Idul Adha yang barusan saja kita lewati, sapi menjadi komoditi yang cukup prospek serta menjanjikan untuk diperjualbelikan.
Sebagai binatang, burung dan sapi itu punya naluri, ia bisa lapar lalu makan hingga kenyang setelah itu ia berhenti untuk makan. Naluri seperti ini juga ada pada kita selaku manusia, tapi ada beda cukup tajam antara kita dengan binatang, sebab kita akan kerap terus ingin makan meski perut telah terasa kenyang. Kita baru akan berhenti untuk makan ketika sakit telah menimpa badan.
Jika kita mau mengambil secuil pelajaran dari binatang, tarulah belajar lalu merenungkan ritus hidup seekor burung dan sapi di atas. Maka kita seharusnya merasa sungkan, kita perlu koreksi diri secara lebih jernih, secara lebih bijak, dan secara lebih jujur agar kita tidak menjadi pribadi yang gemar melampiaskan daripada memilih untuk menahan.
Sebab hanya orang-orang yang sanggup menahan, merekalah kelak yang akan jadi penentu peradaban. Bukan lagi mereka yang nyaman sebagai penonton apalagi sampai hanya kelas pecundang. Terkait konteks ini, insya’Allah kita semua yang ada di sini, kita yang terbingkai dalam pigora besar bernama Jamaah Kebun Berkah De Durian Park akan menjadi pelaku sekaligus penentu sejarah bangsa ini ke depan. Lalu bagaimana cara melakukannya?
(Aditya Akbar Hakim)