Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnews.id – Eccedentesiast adalah istilah yang mengacu pada seseorang yang menyembunyikan rasa sakit atau kesedihan di balik senyuman atau sikap ceria. Istilah ini menggambarkan seseorang yang bisa atau terbiasa menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya di balik keceriaan atau senyum.
Misalnya, tokoh Joker dalam film Joker (2019), tokoh Peter Parker dalam film-film Spider-Man, atau tokoh Elizabeth Bennet dalam novel klasik Pride and Prejudice karya Jane Austen. Mereka tampil lucu, berani, atau cerdas dan berani, tapi menghadapi masalah pribadi, tekanan sosial hingga konflik emosional.
Kondisi ini, dalam kadar rendah, bisa terjadi pada siapa saja termasuk kita. Namun, hanya sedikit orang yang benar-benar eccedentesiast. Maka, agak sulit mengetahui secara pasti seorang eccedentesiast sejati jika kita tidak kenal betul. Itu karena eccedentesiast adalah sifat internal yang mungkin tidak terlihat secara terbuka oleh publik.
Tokoh publik, seperti artis, politisi, atau tokoh agama, bisa saja menunjukkan keceriaan atau kewibawaan di depan umum tetapi siapa tahu sejatinya mereka sedang memiliki tantangan dan kesulitan pribadi. Mereka tetap mampu untuk menunjukkan senyum dan sikap ceria di depan publik, meski ada perjuangan personal yang tersembunyi di baliknya.
Mengapa jadi eccedentesiast?
Orang menjadi eccedentesiast karena berbagai alasan yang kompleks dan individual. Setiap orang memiliki pengalaman dan dinamika yang unik dalam kehidupan masing-masing, sehingga alasan eccedentesiast sangat bervariasi dan kompleks. Dalam banyak kasus, alasannya mungkin saling berinteraksi dan saling memperkuat.
Misalnya, faktor tekanan sosial. Seseorang diharuskan oleh lingkungan sosial atau budaya untuk menunjukkan sikap ceria. Misalnya, artis penghibur. Tekanan sosial dan profesional mendorong dia untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya di dalam diri.
Pengalaman traumatik atau peristiwa emosional tertentu dapat membuat orang mengembangkan kebiasaan menyembunyikan perasaan sebagai mekanisme bertahan hidup. Mungkin ia merasa lebih aman untuk menyembunyikan perasaan daripada mengekspresikannya secara terbuka.
Pengalaman masa lalu yang sangat kuat atau berulang-ulang membuat orang mengembangkan pola pikir tertentu untuk secara otomatis menunjukkan sikap ceria di depan orang lain, terlepas dari perasaan yang sebenarnya.
Bisa juga karena ada masalah dalam mengelola emosi. Orang semacam ini mungkin kesulitan mengatasi emosi dengan cara yang sehat. Maka, ia memilih menyembunyikan perasaan di balik senyum palsu sebagai cara untuk menghindari atau mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan emosional.
Eccedentesiast mungkin juga menggunakan senyum atau keceriaan sebagai bentuk coping emosional untuk mengatasi rasa sakit atau kesedihan yang mereka rasakan. Ini bisa menjadi cara bagi mereka untuk menekan atau menghindari perasaan negatif tersebut. Meskipun menunjukkan senyum, otaknya mungkin tetap aktif dalam memproses emosi mereka sendiri.
Nah, apakah Anda merasa seperti itu?
Jika sesekali harus berpura-pura, tak apa lah. Tapi, jika terus-menerus begitu, dan serasa ada konflik internal yang tak tertahankan, maka Anda perlu ambil tindakan. Mulai dari menata pikiran hingga mencari dukungan profesional.
Langkah pertama, terimalah perasaan Anda. Meski rasa sakit, sedih, cemas, dan sejenisnya itu tidak nyaman, tapi penting bagi kita untuk mengakui dan menerima perasaan yang sebenarnya. Mengabaikan, menyembunyikan atau bahkan menekan perasaan hanya akan membuat perasaan-perasaan itu bertahan lebih lama di dalam bawah sadar otak.
Langkah berikutnya, temukan tempat untuk berbicara. Cari seseorang yang dipercayai, seperti teman dekat, anggota keluarga, atau lainnya. Bicaralah dan ungkapkan semua perasaan agar bisa lebih meringankan beban emosional Anda atau untuk mendapatkan wawasan dan sudut pandang baru.
Jika perasaan Anda sangat mengganggu atau sulit diatasi sendiri, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang terapis atau konselor yang berkualifikasi dalam kesehatan mental. Kaum profesional kesehatan mental tahu metode dan cara untuk mengendalikan permasalahan ini.
Di sisi lain, praktikkan kesehatan mental yang baik. Lakukan aktivitas yang bisa meningkatkan kesehatan mental. Banyak sholat, berdoa, atau aktivitas spiritual lainnya. Luapkan energi untuk olahraga, seni kreatif, atau hobi yang menyenangkan. Ini dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Pendeknya, jangan merasa sendirian saat menghadapi masalah mental. Banyak juga orang lain mengalami kesulitan emosional dan banyak juga bantuan yang tersedia. Jangan terus-menerus memalsukan senyum, tapi temukan juga bantuan untuk mengatasi masalah Anda. Menghadapi masalah secara terbuka dan dukungan yang tepat adalah langkah penting dalam mengatasi kondisi eccedentesiast.