mepnews.id – Rafli Noer Khairam, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) terpilih sebagai peserta program Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) 2023. Ia terpilih ke program di antara 3.000 lebih pendaftar dari seluruh Indonesia.
KBKM program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) yang prestisius bagi mahasiswa. Setiap mahasiswa yang terlibat KBKM berkesempatan menjalankan proyek pemajuan budaya dengan mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan wawasan mereka.
“Saya senang dan bangga saat dinyatakan lolos. Apalagi saya mendapatkan proyek aplikasi alih bahasa yang linear dengan latar pendidikan saya,” tutur Rafli.
Tahun 2023, KBKM diselenggarakan 10 Oktober – 9 November di Kabupaten Belitung Timur. Sebanyak 98 kaum muda dibagi ke dalam beberapa tim terjun langsung ke daerah yang memiliki keanekaragaman budaya ini.
Menurut Rafli, di Belitung Timur terdapat bahasa yang keberadaannya terancam punah. Bahasa Sawang terancam punah sebab penutur aslinya, suku Sawang, lebih memilih bahasa Melayu-Belitung dalam percakapan sehari-hari. Tidak adanya sumber tertulis untuk mendokumentasikan bahasa ibu semakin memperparah kondisi bahasa Sawang.
“Penutur bahasa Sawang tinggal sedikit. Generasi mudanya tidak lagi menggunakan bahasa Sawang. Mereka justru berbahasa Melayu-Belitung karena berbagai faktor, seperti interaksi dengan masyarakat luas, kemajuan zaman, serta tidak adanya sumber tertulis tentang bahasa mereka,” terang mahasiswa asal Garut itu.
Sebagai upaya revitalisasi, Rafli bersama tim menggagas kamus digital BASKARA: Bicara Asli Sawang, Kebudayaan, dan Rasa Adat. Kamus BASKARA ini menghimpun 1.000 lebih kosakata bahasa Sawang lengkap dengan audio pengucapannya. Kosakata dan audio itu terhimpun melalui proses riset dan wawancara langsung dengan masyarakat suku Sawang.
“Selama kurang lebih tiga minggu saya dan tim mengumpulkan 1.000 lebih kosakata dan audio bahasa Sawang. Kami melakukan wawancara langsung dengan lima penutur bahasa Sawang,” ungkapnya.
Berinteraksi dengan masyarakat berbeda bahasa dan budaya menjadi pengalaman menarik bagi Rafli. Kendati demikian, ia mengaku sempat mengalami kendala terutama saat wawancara. Ia kesulitan berkomunikasi sebab kemampuan bahasa Indonesia narasumber masih terbatas.
Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan semangat Rafli. Menurutnya, berinteraksi langsung dengan masyarakat Sawang menjadi kesenangan tersendiri. Ia mendapatkan pelajaran dan nilai-nilai kehidupan melalui interaksi itu.
“Saya belajar banyak. Untuk menjadi bahagia, tidak harus dengan memiliki banyak hal atau pencapaian. Kunci bahagia adalah menjadi sederhana dan merasa cukup,” ujarnya.
Selain berkesempatan berinteraksi dengan masyarakat asli, Rafli juga terkesan dengan pengalaman eksplorasi Negeri Laskar Pelangi. Rafli senang bertemu 97 kaum muda dari seluruh Indonesia yang sama-sama berkomitmen memajukan kebudayaan Belitung Timur. Dengan komitmen itu, ia berharap inovasi kaum muda KBKM dapat berlanjut dan terealisasi.
“Harapan saya setelah mengikuti program ini adalah semoga proyek yang tim saya dan seluruh peserta KBKM buat dapat berlanjut. Saya percaya dengan mengolaborasikan kemajuan teknologi dan kearifan lokal, maka upaya pemajuan kebudayaan dapat terwujudkan,” tutupnya.(*)