mepnews.id – Di Indonesia, penyimpanan bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) belum diatur secara spesifik. Para akademisi dan peneliti masih terus mencari solusi agar bahan kimia lebih ramah terhadap lingkungan, manusia, dan industri.
Padahal, proses penyimpanan B3 yang kurang tepat bisa berisiko bahaya. Salah satu kasus hebat terjadi di Lebanon 4 Agustus 2020. Sejumlah besar amonium nitrat yang disimpan di Port of Beirut meledak, meminta korban sedikitnya 218 tewas, 7.000 luka, 300.000 kehilangan tempat tinggal, dan kerugian properti 15 milyar ollar AS.
“Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita mengurangi risiko kecelakaan. Itu tugas kita sebagai praktisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3,)” ujar Wiwit Dwi Cahyono, A.Md. Hiperkes dan KK, dalam Kuliah Alumni Vol 2, Himpunan Mahasiswa (Hima) D3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Vokasi (FV) Universitas Airlangga. Materi yang diangkat mengenai Pengendalian dan Penanganan Bahan Kimia Berbahaya Guna Menghindari Risiko Kecelakaan Kerja di Industri.
Wiwit mengungkap, penggunaan bahan kimia kategori berbahaya dalam bidang industri kerja masih terbilang tinggi. Maka, besarnya dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) harus menjadi perhatian serius. Jika salah bertindak, bahan kimia dapat sangat merugikan.
Lalu bagaimana cara mengendalikan potensi bahaya B3?
Pertama, bahan kimia harus diidentifikasi bentuknya terlebih dahulu. Apakah berwujud uap, cair, atau padat. “Kita harus ketahui dulu sifatnya seperti apa. Ini karena perlakukan untuk setiap bahan kimia berbeda-beda,” terang Wiwit.
Selanjutnya, cari tahu rute masuk B3 ke tubuh. Apakah melalui kulit, tertelan, terhirup, atau yang lainnya. Jika paparan telah terjadi, kuantitas dan durasi paparan perlu diidentifikasi. Menurut Wiwit, jika paparan terjadi dalam jumlah kecil dan sebentar, kemungkinan potensi kecelakaan kerja kecil.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja akibat B3, menurut Wiwit, dapat dilakukan dengan menyimpan B3 dengan aman, baik, ban benar, membuat jarak aman antara B3 dengan pekerja, atau pekerja enggunakan APD serta hygiene perorangan.
Selain itu, dapat juga dengan mengganti B3 dengan yang lebih aman. “Misalnya kita ganti dari yang sebelumnya oil based menjadi water based agar lebih aman bagi tanah,”
Dekan Fakultas Vokasi, Prof Dr Anwar Ma’ruf MKes drh, kegiatan kuliah tamu semacam ini bagian yang sangat penting dari pendidikan vokasi. Mahasiswa mendapatkan kompetensi tambahan yang sangat berharga tidak hanya dari kelas tapi juga dari praktisi langsung. Pengalaman ini membuat lulusan akan lebih mudah diterima dunia industri.