Oleh: Moh. Husen
mepnews.id – Di usia yang tidak muda lagi, seorang kawan penikmat kopi hitam berbisik: “Kita jangan diam saja dihina-hina kayak gini. Harus kita kritik…”
Si penikmat kopi hitam tersenyum.
“Usia kita sudah berapa bung, kok masih percaya ada orang bisa berubah karena dikritik? Mereka akan tenang saja meskipun jelas-jelas meng-kencing-i kita. Jangan dibayangkan mereka punya rasa malu. Perasaan mereka sudah mati kecuali jika mereka mendadak miskin total…”
Si kawan agak terkejut namun sekaligus tersadarkan diri atas jawaban dari mulut si penikmat kopi hitam.
“Tapi bukan berarti mengkritik atau menasehati itu tidak boleh. Akan tetapi berniatlah menanam ide saja. Jangan niat mengkritik itu sendiri kemudian berharap segera berubah. Tetap dikritik tapi niatnya menanam. Entah tumbuh atau tidak, kita serahkan kembali kepada Yang Punya Hidup…”
Si penikmat kopi hitam masih terus meneruskan ceramah pendeknya, barangkali ada yang khilaf sehingga kapan-kapan ada yang panggil dia Ustadz atau Gus.
“Ada yang namanya nasib. Orang yang kita anggap bodoh atau dholim sekalipun kalau sudah nasibnya enak, ya enak. Orang kaya yang mestinya enak saja terkadang harus bernasib buruk punya anak yang harus lumpuh seumur hidup.”
“Kalau gitu semuanya ini sudah berjalan sesuai nasib masing-masing? Kalau gitu buat apa berusaha?” Protes si kawan.
“Yang tidak kita ketahui adalah nasib kita masing-masing selanjutnya, di detik dan menit berikutnya. Apakah baik terus, ataukah celaka permanen sesaat lagi setelah enak sejak bayi.”
“Terus nasib itu apa bisa diubah?”
“Bisa. Yang penting berusaha maksimal. Dan Tuhan yang paling sangat penting, paling nomer satu, untuk bisa merubahnya. Tuhan bisa tidak tega dan mengubah nasib kita sesuai dengan kehendakNya.”
“Kalau gitu Tuhan plin-plan dong? Mengubah keputusanNya sendiri?”
“Tidak. Tuhan Maha Berkuasa Sendirian tanpa campur tangan siapapun. Manusia tidak punya hak serta kekuasaan sedikitpun menyebut Tuhan plin-plan. Tuhan mutlak Berkuasa sesuka-suka Dia. Tuhan juga berbagi kekuasaanNya itu kapada manusia. Tuhan bikin tanah, kemudian Tuhan berbagi kekuasaanNya sedikit dikasihkan kepada manusia sehingga manusia bisa mengubah tanah menjadi keramik dan dijual.”
“Nah, saat manusia mampu bikin keramik inilah terkadang lupa seakan-akan ia punya kemampuan dan kekuasaan penuh dari dirinya sendiri. Padahal itu kemampuan dan kekuasaan pinjaman dari Tuhan, tak peduli meskipun harus diprotes malaikat kalau manusia dipinjami sedikit saja kekuasaanNya bakal bikin kerusakan dan pertumpahan darah.”
“Sebagai bentuk rasa syukur dan rasa malunya manusia kepada Tuhan, hendaknya manusia senantiasa baik sangka terhadap segala sesuatu yang telah diputuskan Tuhan. Kalau kita menjumpai pemimpin yang dholim, mari mawas diri ke dalam diri kita sendiri, serta marilah kita mengetahui bagaimana cara kita hidup di musim hujan, musim panas, musim curang, musim kejam, dan seterusnya.”
“Tuhan bisa menghukum atau menguji manusia dengan mendatangkan musim panas yang sungguh-sungguh kejam, atau diwujudkan dalam bentuk lain, yakni munculnya pemimpin yang nyata kejam dalam sebuah periode zaman tertentu. Artinya kekuasaan yang kejam itu juga akan ada batas berakhirnya alias tidak kekal.”
“Akan tetapi jangan terlalu dibikin ribet. Marilah kita terus berjalan dan berjuang sesuai kemampuan kita secara maksimal. Apapun hasilnya, kita percaya keputusan Allah adalah yang terbaik.”
Si kawan diam saja. Kemudian dia nyeletuk: “Ceramah pendek kayak gini aku sering dengar, bung. Kayak orang sambat ekonomi. Jawabannya itu-itu juga, hahahahaha…”
“Asem kamu, bung. Ngomong capek-capek malah disebut ceramah, hahahaha…”
Mereka tertawa-tawa.
(Banyuwangi, 9 Juni 2021)