MEPNews.id – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPKM) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengirim empat home ultafilter ke kawasan terdampak gempa di Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat. Ini melengkapi layanan trauma healing dan pemasangan shelter oleh tim relawan ITB yang bekerjasama dengan relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA).
“Untuk alat pemurni air ini, kami bawa empat. Satu ditempatkan di stadion Manakarra, satu di Kecamatan Tappalang, satu di Palipi (Kabupaten Majene), dan satu lagi diberikan ke Bulan Sabit Merah Indonesia untuk digunakan secara mobile di lapangan,” kata Didi, mahasiswa ITB yang diturunkan di lokasi gempa.
Home ultrafilter ini dirancang Prof I Gde Wenten dari Departemen Teknik Kimia ITB. Ini merupakan teknologi filtrasi air berbasis membram yang menghasilkan air bersih. Teknologi ini menggabungkan empat tahapan proses secara terintegrasi dalam satu alat.
Tahap filtrasi utama memanfaatkan membran ultrafiltrasi hollow fiber dengan ukuran pori rata-rata 50 nm yang dilapisi nanopartikel ZnO sebagai agen antibakteri. Membram ultrafiltrasi ini dapat memisahkan zat besi (Fe3+), koloid, mikroba, dan partikulat secara efektif, namun tetap menjaga kandungan mineral di dalamnya.
Alat ini dilengkapi karbon aktif pada tahap penyaringan awal untuk menghilangkan bau, zat organik, dan sisa klorin bebas. Biokeramik pada tahap pengolahan akhir digunakan untuk mengembalikan kesegaran dan mineral penting dalam air. Biokeramik ini juga mengandung partikel antibakteri untuk tahap desinfeksi akhir.
Alat ini bisa dikombinasikan dengan alat-alat filter air di rumah seperti RO, biokeramik, filter karbon dan sejenisnya. Selain meningkatkan kinerja alat-alat tersebut, alat ini juga tetap efektif memenuhi kebutuhan air untuk memasak dan mencuci makanan.
Namun, tidak semua jenis air bisa dijernihkan. Alat ini tidak cocok untuk air laut, payau, atau gambut. “Untuk air payau dan gambut, ada alatnya serupa namun dengan struktur membran yang berbeda. Tapi, untuk sekadar jadi air cuci bersih, alat ini masih oke,” Didi menjelaskan.
Pemurni air sangat dibutuhkan para pengungsi, terutama yang tinggal di penampungan massal yang membutuhkan sumber air bersih dalam jumlah banyak.
“Untuk alat pemurni air ini, kami bawa empat. Satu ditempatkan di stadion Manakarra, satu di Kecamatan Tappalang, satu di Palipi (Kabupaten Majene), dan satu lagi diberikan ke Bulan Sabit Merah Indonesia untuk digunakan secara mobile di lapangan,” kata Didi, mahasiswa ITB yang diturunkan di lokasi gempa.
“Semua alat bekerja dengan baik. Di Manakarra dan BSMI, alat bekerja maksimal. Output air dapat diminum langsung. Namun, di beberapa titik yang sumber airnya berkapur dan payau, outputnya hanya bisa sebagai air bersih untuk mencuci bahan makanan. Alat yang kita bawa speknya memang untuk mengolah air tawar. Untuk air payau dan air yang mengandung kapur, harus menggunakan alat yang lain.”
Sandir, petugas dapur umum Tagana di stadion Manakarra, mengatakan, “Sebelumnya air yang digunakan untuk mencuci bahan makanan bersatu dengan air untuk mandi. Jadi kita harus dua kali mencuci. Dengan adanya filter air ini dan bak penampungan khusus air bersih, kami sangat terbantu. Apalagi lokasinya dekat sekali dapur umum.”