Semut Menjelang Akhir Ramadhan

Oleh: Moh. Husen

MEPNews.id – Bagi pejalan puasa, sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan, kata Nabi, merupakan fase itqun minannar. Terbebas dari api neraka. Termasuk mungkin juga bebas dari api-api yang lain. Mungkin api ambisi dan obsesi yang berlebihan. Api keserakahan, bakhil dan kerakusan. Juga mungkin api kebodohan dan tak tahu diri sendiri.

“Tidakkah puasa kita kini telah mampu keluar dan terbang dari berbagai macam jeratan api-api dalam kedunguan kita sendiri? Tidakkah kita ingin ibadah itu yang lossss dan gak rewel ribut ingin pahala dan pahala terus? Tidakkah kita ingin ikhlas dan lillah saja sehingga hati dan fikiran kita menjadi fresh dan lega total dalam beribadah?” seorang penikmati kopi hitam sok merenung pada suatu malam.

Kemudian karena baru saja dia menerima paketan buku baru berjudul Opini Medsos, dia lantas bergumam sendiri: “Andai setiap orang menulis, pasti seru ya, hehehe… Apalagi sekarang ada media sosial alias medsos. Begitu dapat ide, sungguhpun satu atau dua kalimat, langsung tulis di medsos. Rutin menulis pendek-pendek begitu saja. Ntar sebulan atau mungkin setahun dilihat lagi, pasti muncul ide untuk membenahi, mengembangkan, lantas diperbaiki ide-idenya tersebut, kemudian jadilah sebuah buku yang semoga bermanfaat sebagai jariyah ilmu hingga ke akhirat.”

“Kalau dipikir-pikir lagi,” dia meneruskan igauannya sendiri, “Ngapain orang kok terlalu pakek ragu-ragu dalam menulis? Yang penting niatnya ikhlas, bermanfaat untuk kebaikan, dan bukan yang lain-lain lagi kayak ingin populer, berkompetisi, nyakitin orang, dan sebangsanya. Semut tidak usah ingin terbang tinggi kayak burung. Apalagi diharuskan kayak burung barat, burung selatan atau burung Kakak Tua. Biasa-biasa saja. Semut ya semut, dan tidak apa-apa jika semut bukanlah burung atau macan.”

“Semut ini,” kata si penikmat kopi hitam, “punya keistimewaan tersendiri. Dan aku ini sering menyebut diriku seperti semut bukan karena alasan kebenaran filosofi semut. Melainkan sekedar cara yang sangat tidak lucu untuk menutupi kelemahanku sendiri, hehehehe….”

“Terlebih lagi,” tambahnya, “menjelang akhir Ramadhan dan hampir Hari Raya ini, kelemahanku semakin jelas, yaitu baju baruku, celanaku, uangku serta semua aksesoris kultural Lebaran nanti, aku betul-betul nihil dan nggak punya apa-apa, alias benar-benar lagi mengharap Parcel Hari Raya, hahahahaha….”

(Banyuwangi, 19 Mei 2020)

Facebook Comments

Comments are closed.