Oleh: Moh. Husen
MEPNews.id – Harlah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pada tahun ini terpaksa disemarakkan dalam dunia online. Ucapan selamat kepada PMII bertaburan di medsos. Saya jadi ingat penggusuran PKL: andai semua dagangan bisa dijajakan secara online, tentu tak ada lagi penggusuran, rebutan lapak dan panggung, karena semuanya bisa dipasarkan melalui akun online medsosnya masing-masing.
Wabah pandemi Covid-19, mengharuskan sahabat-sahabati PMII untuk tidak membuat acara secara massal seperti biasanya. Cukup di rumah dan di medsos. Di samping tetap ada acara-acara sosial (dengan menggunakan SOP kesehatan) seperti bagi-bagi masker di jalan protokol, peletakan hand sanitizer di beberapa tempat, serta orasi pergerakan secara online dan khotmil Quran online dari rumah masing-masing.
Saya sendiri sedang bertarung dengan diri saya sendiri mengenai judul tulisan saya kali ini. “Kok judulnya Menghormati Covid-19? Mestinya menghormati itu kepada rakyat kecil yang kelaparan, susah cari pekerjaan, pengangguran, hutang nggak bisa bayar. Lha sebuah virus kok malah dihormati, kamu itu waras atau gimana?”
Bukan cuma sampai di situ, masih diteruskan lagi: “Pokoknya, menghormati virus itu salah. Baik virus biasa sampai virus mematikan. Jangan bilang menghormati dong sungguh pun telah bersedia pakai masker, menerapkan physical distancing, dan seterusnya. Virus Corona kok dihormati? Dia harus dibasmi dan dihilangkan di muka bumi ini. Apa kamu nggak dendam juga? Dia lho telah memporak-porandakan ekonomi serta kehangatan kebersamaan, seperti Harlah PMII sekarang ini…”
Dasar saya belum ngopi dan hidup ekonomi saya lagi terbengkalai kayak gini, ya saya bisiki pelan-pelan saja diri saya itu: “Sabar bos. Kepada sebuah virus saja kita harus menghormati, terlebih lagi kepada manusia, tentu kita harus lebih menghormati. Virus itu tetangga sebelah kita yang sedang tak mau pergi. Kita hormati saja si virus ini yang sudah disuruh pergi untuk tidak menggangu kesehatan manusia tapi masih saja tak mau pergi. Kita hormati secara kewajaran medis, tak perlu disombongi dan menantangnya, juga tak perlu terlalu panik. Sepertinya si virus ini akan pergi begitu ada badai pengobatan dari Tuhan yang dititipkan kepada manusia sehingga mampu menyerang dan menghancurkan dia hingga berkeping-keping musnah tiada selamanya.”
Kemudian yang spontan saya ingat dalam menulis ini adalah sebuah dagelan kemesraan yang memplesetkan PMII sebagai Pergerakan Mahasiswa Insya Allah Islam. Sekali lagi, Insya Allah Islam. Saya tak bisa menahan tawa cekikikan dan cekakan atas plesetan sufistik itu. Entah siapa yang menemukannya pertama kali.
Kalau kebanyakan orang lagi yakin merasa paling benar sendiri Islamnya, paling merasa pasti masuk surga, sedangkan yang lainnya disesatkan, dikafir-kafirkan, dan dinerakakan. Adapun adik-adik mahasiswa PMII berendah hati dengan Insya Allah Islam dan insya Allah masuk? Biasanya ada yang guyon: “Enak masuk neraka bos, bisa bertemu bintang film porno, hahahahaha…”
Wallahu a’lam. Selamat atas Harlah PMII ke-60. Dzikir, fikir, dan amal shaleh. Khidmat selalu untuk negeri. Semoga wabah Coronavirus ini segera berakhir.
(Banyuwangi, 17 April 2020)