MEPNews.id – Perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah di Indonesia semakin menunjukkan keseriusannya dalam mengelola arsip. Ini dibuktikan melalui pembentukan Perkumpulan Arsip Perguruan Tinggi Indonesia (PAPTI) pada bulan Desember 2017.
Dalam rangka agenda tahunan, PAPTI kembali menghelat kongres yang ke-3 bersamaan dengan International Conference on Archives Social Science, Humanities and Education (ICoASHE) 2019. Pada kesempatan kali ini, Universitas Airlangga bertindak sebagai tuan rumah dan bertempat di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen UNAIR.
Acara yang digelar sejak Minggu (21/4/19) hingga Selasa (23/4/19) ini menghadirkan beberapa pembicara. Yakni, Prof. Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H, M.Hum, Dr. Mustari Irawan, MPA, Drs. Syafruddin, M.Si, Jessica Yeo, Zawiyah Mohammad Yusof, Prof.Dr, Hu Chieh-Chien, Ir. Anon Mirmani, S.IP, MIM-Arch/Rec, serta Dr. Andi Kasman M, S.E., M.M dan dibuka langsung oleh Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., CMA.
Dalam paparan pembuka, Prof. Nasih mengatakan, “Peran dari kearsipan sungguh luar biasa karena akan menjadi pijakan bagi kita untuk terus maju dan berkembang. Apalagi berkembangnya revolusi industri 4.0 merupakan tantangan tersendiri bagi dunia kearsipan.”
Oleh karena itu, dalam pengembangan kearsipan diperlukan riset secara mendalam dan terstruktur untuk menuju pengelolaan yang lebih modern dan efektif.
Prof Nasih mendukung peran PAPTI yang telah melaksanakan beberapa pengembangan kearsipan. Antara lain dengan mengadakan pertemuan ilmiah kearsipan, menerbitkan karya ilmiah serta membentuk website dan jurnal elektronik yang diberi nama Jurnal Arsip Indonesia (JAI).
Ketua PAPTI, Nandang Alamsah Deliarnoor, memaparkan, “Tantangan ke depan, PAPTI harus memiliki creative thinking, problem solving dan menyiapkan bahan untuk decision making bagi para pengambil keputusan di negeri ini.”
Dalam bidang kearsipan, perguruan tinggi memiliki landasan hukum yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan. Beberapa di antaranya menjelaskan kewajiban universitas untuk melaporkan catatan terkait seluruh kegiatan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Perguruan tinggi sebagai organisasi modern juga perlu mengatur arsip berbasis teknologi informasi secara efektif dan efisien menurut kerangka SKN, SIKN dan JIKN.
Paparan ketiga disampaikan pimpinan ANRI, Mustari Irawan. Ia mengatakan, “Kesadaran akan arsip masih rendah. Khususnya pada sejumlah instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Sehingga tanpa disadari telah mengurangi kualitas layanan publik.”
Gerakan nasional mengenai peningkatan kesadaran akan arsip tidak hanya dilakukan oleh ANRI, tetapi harus melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk universitas.
Sebagai pemapar utama, Menteri PAN-RB Drs. Syafruddin, M.Si., mengatakan, “Kontes kehidupan tidak bisa lepas dari situasi global. Baik negara, institusi apapun itu, semua sedang berjalan dalam lanskap cepat karena revolusi 4.0. Karena itu, dunia telah bersaing di era teknologi yang mendukung pergerakan ekonomi dan kemajuan negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi yang ada di pemerintahan. Hal itu didukung sitem pemerintahan yang berbasis elektronik akan menjamin data kerasripan yang aman.”
Ia ingin arsip yang terjamin dan tersaji secara cepat. E-goverment bisa membantu dan mendukung sistem kearsipan yang terbuka dan terintegrasi. Pasalnya, kearsipan menjadi unsur utama yang tidak bisa dipisahkan dalam pembangunan pemerintahan.
Kearsipan menjadi indikasi pembangunan bangsa. “Namun upaya ini tidak hanya bisa dilakukan satu unsur. Tapi kita semua, baik pemerintah, lembaga kearsipan, dan perguruan tinggi,” kata Syafruddin. (HUMAS UNAIR)