Oleh: Esti D. Purwitasari
mepnews.id – Ada seorang teman curhat pada saya. Dia bilang, ada masalah dengan anak balitanya. Menurutnya, si anak tumbuh normal tapi bandel banget. Dia ingin membuat anaknya lebih menurut.
“Adek itu susah diperintah, Mbak. Disuruh makan, ia malah main. Makannya jadi mblotrok. Disuruh cuci tangan, ia cuek saja. Kadang saya sampai mengelus dada menikmati kebandelannya,” kata dia.
“Nggak papa. Normal. Anak seusia itu memang kadang sulit diperintah. Bisa jadi dia sedang eksplorasi kemandirian. Ia ingin merasa memiliki kontrol atas diri sendiri. Kalau diperintah, ia bisa melawan. Bisa jadi ia sedang punya energi berlimpah dan dorongan untuk bermain. Ia sedang nggak mau diganggu saat bersenang-senang.”
“Tapi saya kan ibunya, Mbak. Saya harus membuatnya patuh pada orang tua.”
“Betul. Tapi, kan tidak harus dengan perintah-perintah yang memaksa,” jawab saya. “Kamu sayang anakmu, kan?”
“Ya jelas, lah.”
“Demi perkembangan mentalnya, coba ubah caramu memerintah dengan ungkapan lebih halus. Anak yang hatinya keras biasanya lebih mudah diluluhkan dengan kata-kata halus.”
“Oh, baik.”
“Gunakan teknik ‘Boleh, koq…’ Teknik ini berlaku bukan hanya untuk balita tapi juga untuk yang lebih dewasa. Bahkan untuk suamimu juga.”
“Teknik apa itu? Kedengarannya aneh?”
“Trik ini sudah terbukti setidaknya lewat 42 penelitian ilmiah. Semuanya menunjukkan, trik ini bisa menggandakan kemungkinan anak mengatakan ‘ya’ pada apa yang kau perintahkan.”
“Sepertinya menarik. Trik apa itu?”
“Begini. Saat kau ingin anakmu melakukan sesuatu, sengaja beri dia kesempatan untuk mengatakan ‘tidak mau’. Beri tahu dia apa yang kau inginkan, tetapi beri tahu juga dia bahwa dia boleh koq melakukan hal lain. Misalnya, katakan, ‘Adek, Mama mau Adek merapikan kamar Adek, tetapi Adek boleh koq jika ingin terus bermain’.”
“Lho, apa dia malah tidak mau mematuhi perintah saya?”
“Nah, ini penjelasan psikologisnya,” saya berargumen. “Memerintah sekaligus membolehkan melakukan hal lain itu memang kontra-intuitif. Tapi, anak akan cenderiung mematuhimu saat kau memberi dia pilihan untuk tidak melakukannya. Kenapa? Itu karena ia merasa kebebasannya tidak terancam, sehingga ia tidak memiliki dorongan naluriah untuk melawan perintahmu.”
“Oh, logis juga.”
“Yang kau butuhkan cuma waktu. Mungkin ia tidak langsung mematuhi perintahmu. Ia kemungkinan besar akan bermain lebih dulu. Tapi, sejenak kemudian ia akan mau beres-beres kamarnya. Juga, jangan lupa untuk berdoa pada Tuhan agar melembutkan hati anakmu.”