Ngopi dan Eksistensi di Bondowoso

Oleh: Kona’ah Ajeng Widowati 

mepnews.id – Apa yang menarik dibahas tentang Bondowoso masa kini? Rasanya, yang lagi trending adalah kopi. Bagaimana tidak? Ada budaya baru di kalangan anak muda masa kini yaitu ngopi bareng bestie.

Bondowoso merupakan pusat produksi kopi arabika terluas di Jawa Timur. Sekitar 30% wilayah Kabupaten Bondowoso merupakan perkebunan kopi. Hal ini dapat menjadi potensi perkembangan ekonomi di Bondowoso.

Berdasarkan data dari International Coffee Organization (ICO), peningkatan konsumsi kopi di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2016 saja mencapai 174%. Berbagai gerai kopi berlomba-lomba menyajikan rasa otentik dari beraneka ragam kopi lokal. Selain rasa otentik, tempat yang ‘instagramable’ juga jadi daya tarik pengunjung.

Di Bondowoso, terdapat banyak cafe baru bermunculan. Di Kecamatan Kota Bondowoso pada 2021 saja, terdapat setidaknya tujuh café baru. Nama-namanya juga keren; Shaff, Sirkel, Nuansa, Tridaru, Nyok Caffe, Monstera, hingga Kopi Sipp.

Adanya media sosial mempengaruhi berkembangnya usaha cafe di Bondowoso. Sebelum maraknya Instagram, bisnis cafe relatif sepi pengunjung sehingga banyak yang gulung tikar. Semenjak media sosial semarak, café-cafe di Bondowoso banyak bermunculan dan berkompetisi menghadirkan spot yang instagramable.

Mengapa spot dan suasana mempengaruhi berkembangnya café? Karena, bukan hanya rasa kopi yang terpenting, tapi juga eksistensi diri lewat moment yang bisa diabadikan di media sosial. Orang bisa nongkrong, menikmati kopi bersama teman, keluarga, atau mitra kerja, lalu berfoto-ria untuk disebar di media sosial.

Selain itu, ragam hiburan dan permainan yang disediakan di café juga mempengaruhi keinginan pengunjung untuk kembali. Misalnya, Nyok Caffe menghadirkan live music setiap Rabu dan Jumat malam, serta ada permainan susun Uno Stacko yang menyenangkan.

Coffee shop pun mulai berkembang di Bondowoso. Misalnya, coffee shop BELIKOPI yang terletak di pusat kota. Tempat yang epic dan instagramable membuat coffee shop ini bertahan.

Selain tempat strategis, rasa kopi pun bervariasi dan cocok dengan selera generasi muda masa kini. Banyak remaja bahkan orang dewasa rentang usia 30-40 tahun suka ngopi bersama sahabat, kerabat, rekan kerja untuk sekedar bertukar ide dan pengalaman, hang out, dan pastinya upload beberapa story di Instagram.

Lantas bagaimana dengan remaja yang masih bersekolah dan belum memiliki penghasilan? Seberapa frekuensi yang wajar untuk ngopi dalam sebulan?

Sebenarnya, hak dan pilihan masing-masing individu untuk menentukan seberapa sering ngopi. Tapi, saya ingin mengingatkan mengenai pentingnya literasi keuangan bagi remaja. Bukan hanya memikirkan eksistensi status sosial bahkan mendapatkan pengakuan ‘anak hits’ atau ‘remaja kekinian’. Justru yang harus dipikirkan adalah waktu dan biaya (cost) yang dikeluarkan untuk sekali ngopi.

Menurut pandangan Jean Baudrillard, masyarakat kini melakukan kegiatan komsumsi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan melainkan untuk dapat memberikan citra, kesan bahkan status sosial terhadap penggunanya. Kini, status sosial banyak ditunjukkan di media sosial. Para pengguna media sosial saling berkompetisi menunjukkan kisah hidup terbaik mereka melalui postingan bahkan story mereka. Bahkan, mereka harus mengeluarkan budget tertentu untuk menunjukkan ‘kehidupan sempurna’ yang ingin mereka perlihatkan.

Perjuangan untuk pengakuan. Ya, itu yang terlintas di kehidupan sosial media masa kini. Tapi, sekedar untuk renungan, mari kita jernihkan pikiran dan bertanya pada diri sendiri; Seberapa penting ‘pengakuan’ orang lain terhadap hidup kita? Apakah meningkatkan derajat hidup kita atau tidak ada impact sama sekali?

Mari renungi bersama. Hidup hanya sekali, mari mindfullness dan bijak menggunakan media sosial dan menjalani kehidupan yang semakin canggih ini.

  • penulis adalah guru IPA di UPTD SPF SMP Negeri 3 Bondowoso.

Facebook Comments

Comments are closed.